Mohon tunggu...
Fandy Eka Wardhana
Fandy Eka Wardhana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Balikpapan - Banjarmasin - Jakarta - Bandung. Seorang karyawan swasta yang ingin menjadi makhluk berguna. Keluarga nomor 2 setelah Allah SWT

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ada apa dengan Negeriku?

26 September 2011   10:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:36 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamualaikum Kompasianer Indonesia Khususnya Balikpapan. Beberapa waktu yang lalu saya sedang kesulitan mau berbagi apa kepada kompasianer semua. Akhirnya saya memutuskan untuk membaca dan mengintip sekilas apa yang teman-teman semua tulis pada hari ini. Di homepage Kompasiana.com saya mendapati banyak sekali kompasianer yang menuliskan keluhan tentang keadaan di negara kita. Dari sini saya mulai bertanya. "Apa yang salah dengan negaraku?"

Indonesia adalah negara yang luar biasa, tetapi mengapa di mata dunia Indonesia masih biasa saja? Bahkan mungkin ada yang menganggap Indonesia kurang dari biasa. Mungkin memang ada kekeliruan yang terjadi dengan ini. Apakah mereka (Menteri, Pejabat Negara) tidak pernah memperhatikan kehidupan  rakyatnya? Apakah mereka tidak pernah medapat berita tentang kehidupan orang-orang yang memilihnya? Apakah mereka hanya bisa berpikir untuk menuntaskan masalah yang ada di negaranya?Dan kali ini saya memang tidak habis pikir dengan apa yang sedang di lakukan oleh mereka, para pengurus negara.

Ada beberapa artikel yang membuat saya tersentuh, masalah biaya sekolah. Memang pemerintah sudah menjamin iuran sekolah dengan dana APBD. Artinya menteri sudah berusaha untuk meringankan beban bagi para warganya. Saya cukup tersenyum sedikit mengetahuinya. Tapi, tidak kah mereka berpikir bahwa itu hanya meringankan, dan tidak menjadikan solusi. Padahal mereka hadir di sana dan duduk berunding dengan para pengurus pemerintah yang lainnya untuk mencari solusi? Mungkin saya bisa menebak apa yang akan di jawab oleh orang pilihan rakyat ini. "Mana mungkin kami memberi solusi kepada mereka, sedangkan jumlah mereka terlalu banyak di bandingkan kami." Apa ini yang namanya balas budi kepada orang-orang yang telah memilihnya?

Setelah saya memikirkan dengan baik. Para pejabat adalah jalan keluar rakyat. Mengapa mereka berani mengajukan diri untuk menjadi penunjuk jalan keluar sedangkan saat mereka di tanyakan dengan pernyataan mereka sebelumnya, mereka selalu menjawabnya dengan jawaban yang sama. Apakah ini berjalan baik dengan aturan yang ada? Mereka di pilih rakyat untuk rakyat. Namun dalam kenyataannya mereka di pilih rakyat untuk mereka sendiri.

Kesalahan mereka menanggung sebuah beban juga terjadi saat sebuah kasus besar menyelimuti negeri ini. Pada saat teror bom yang menimpa rakyat biasa, mereka hening. Pada saat hebohnya korupsi oleh rakyat biasa mereka juga hening. Pun begitu pada saat korupsi oleh kalangan pejabat, dan itu menjadi topik menarik diantara mereka. Tapi kali ini mereka bergerak perlahan. Bukan mendekat, tapi menjauh.

Apakah di negara kita penuh tipu daya yang semua pengurusnya menggunakan topeng? Di saat mereka kehabisan darah (masa jabatan), mereka kembali memohon kepada masyarakat. Namun di saat mereka memiliki detak jangtung yang berjalan teratur, mereka menghilang dan hanya meninggalkan bayangan masa lalu. Ini negaraku, ini negara kami. Kalian hanya wakil dari kami. Kenapa kalian membodohi kami? Itu yang saya pertanyakan saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun