Hutan yang tidakberkembang  secara sehat, planet bumi tidak bisa menopang kehidupan, Hutan juga mengatur aliran air dan curah hujan sehingga kita bergantung pada mereka untuk bercocok tanam dan menciptakan makanan berkualitas untuk  kita.Hilangnya hutan di salah satu bagian dari dunia dapat memiliki dampak yang parah di negara lain, hilangnya hutan di Kalimantan misalkan bisa berdampak pada kurangya cura hujan yang ada di negara-negara lai, hutan adalah sumber kehidupan yang mulia bagi berjuta-juta manusia di muka bumi.
Masalah ekologi hutan sudah seharusnya diberikan perhatian yang serius mengingat berbagai kerusakan terhadapnya sudah mencapai tingkat yang begitu mengkhawatirkan. Dari tahun ke tahun kerusakan dan kekerasan terhadap ekologi bukannya menurun, malah semakin meningkat secara drastis. Kebakaran, penebangan hutan, penambangan dan pabrik kimia, pencemaran air, polusi udara, dan masih banyak yang lainnya, mungkin merupakan fenomena yang umum terjadi di Indonesia. Di pulau Kalimantan yang dikenal subagai pula ke 3 terbesar di dunia di tahun 2013/2014 kerusakan hutanya tercatat 80 % hal ini terjadi dikarenakan pembukaan lahan besar-besaran oleh perusahaan untuk ekspansi tanaman sawit serta pembalakan liar dan juga kebakar hutan. Hal serupa mulai terjadi di daerah kelahiran penulis di Sulawesi barat, juga sudah mulai terasa dampak kerusakan hutan di mana ekspansi sawit secara besar-besara juga di lakukan, kehadiran sawit juga menjadikan warga kesulitan dalam air bersih karena sudah tercemar dengan limbah-limbah pabrik dan juga sering kekeringan akibat penyerapan terhadap air  dari banyaknya pohon sawit.
Dari persoalan di atas penulis berpandangan bahwa hal ini terjadi karenapemahaman manusia terhadap alam dan lingkungan adalah keliru. Anggapan bahwa alam beserta isinya diciptakan untuk manusia, dan manusia sebagai pusat penciptaan hampir didukung oleh berbagai agama di dunia dengan berbagai variannya. Misalnya, antroposentrisme (paham yang menganggap manusia sebagai pusat dan puncak segala ciptaan, paham inilah di pakai sebagai legitimasi teologis atas pelimpahan wewenang dari Tuhan kepada manusia untuk menundukkan dan mengeksploitasi alam secara semena-mena demi memenuhi kebutuhan hidupnya selain ituperilaku negatif manusia yang memiliki kecenderungan untuk mengeksploitasi alam beserta isinya demi kepentingan dirinya dengan menggunakan media sains dan teknologi tanpa mempedulikan hak-hak alam. dalam diri manusia terdapat kecenderungan dan keinginan untuk berkuasa dan mendominasi (will to power), tidak hanya terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam. Persoalan lingkungan pada dasarnya merupakan persoalan moral sehingga penanganannya pun harus melibatkan pertama-tama, perubahan paradigma terhadap alam dan lingkungan, kemudian melakukan tindakan afirmatif untuk mengembangkan sikap bersahabat dan berbuat baik kepada alam.
Solusi
Tidak elok rasanya jika hanya berkomentar banyak tentang masalah lalu tidak memberi solusi, maka dari itu penulis menawarkan beberapa solusi yang kiranya bisa menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia terlebih lagi kepada pemangku kebijakan, solusi tersebut adalah;
Pertama negara semesitinya memeperluas jaringan cadangan hutan adat dan kawasan lindung (termasuk cadangan pemanfaatan berkelanjutan). Ambil contoh dikalimantan misalkan lahan 1000 hektar maka 50% biarkan dikelolah oleh masyarakat adat, lalu dalam hal ini pemerintah di posisikan sebagai pendamping sekaligus melakukan control dalam pemberdayaan kawasan hutan saya rasa dengan model demikian hutan kita bisa lestari, dan bisa menopang kehidupan orang Indonesia, hal ini juga bisa memanimalisir pembalakan hutan liar.
Kedua Sebagian besar kerusakan Hutan di Indonesia di sebabkan oleh beberapa factor seperti kebakaran, pembalakan liar, dan yang paling parah juga menurut penulis adalah tidak terkontrolnya perusahaan-perusahan besar dalam mengelola hutan. Justru dengan hadirnya perusahaan-perusahaan dalam hal pengelolaan hutan kemudian mempersempit ruang bagi masyarakat. Â Karena ruang menjadi sempit tidak heran masyarakat melakukan cara instan untuk memperlakukan hutan, dengan cara pembalakan liar dan membuka lahan dengan membakar hutan. Jika persoalanya seperti demikian maka langka yang strategis adalah batasi intervensi perusahaan. Gunakan kuasa Negara untuk menurunkan kebijakan-kebijakan yang pro alam, misalkan melakukan reboisasi dengan melibatkan masayrakat.
Ketiga, ini hanya kecurigaan penulis, mari kita cermati ulang kebakaran hutan di Sumatera, di Kalimantan kenapa sebagian besar itu terjadi di sekitaran pusat pabrik..? muncul kecurigaan bahwa jangan-jangan kebakaran pun di seting oleh kelompok tertentu. Persoalan demikian menurut penulis adalah harus dilakukan investigasi secara mendalam terkait sebab akibat kebakaran hutan, samp[ai kapan pun jika ini tidak telusuri secara bijak dan tegas, maka kebakaran hutan saya sebut sebagai musibah ciptaan manusia-manusia yang punya kepentingan.
Ketiga, sejak dini harus di terapkan pendidikan di sekolah-sekolah bagaimana mengatasi persoalan hutan, dan juga bagaimana memperlakukan hutan kita sehingga ini terus bisa member kualitas sehat untuk Indonesia yang lebih baik.
Keempat, Hukum harus ditegakan kepada oknum yang terbukti melanggar ketentuan dalam pengelolaan hutan.
Dari paparan di atas mengindikasikan bahwa kerusakan hutan di Indonesia sesungguhnya terjadi karena ulah manusia-manusia yang sangat antroposentiris dalam memaknai alam. Juga belum terciptanya secara tegas aturan pemerintah dalam mengelola hutan, sehingga tidak heran pembalakan, dan kebakaran hutan terus menerus terjadi. Harapan penulis adalah masyarakat Indonesia bisa bersatu dalam membangun paradigm berpikir bahwa Indonesia bisa menjadi Negara yang sehat Negara yang maju jika hutanya hijau, dan terjamah dengan manusia-manusia yang berkesadaran akan pentingnya  hutan dalam hidup manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H