Mohon tunggu...
Fandi Patodingan
Fandi Patodingan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Dilahirkan di Mamasa, Sulawesi Barat, putra ke 2 dari 4 bersaudara, saat ini saya menempuh pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana (SALATIGA), S1 Jurusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi. aktif di organisasi internal eksternal, saat ini menjabat Ketua Jaringan Mahasiswa Sosiologi se-Jawa, Korwil II, Jateng. dan Humas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

“Longsor” Aspal Jalan Terpanjang di Indonesia ada di Mamasa

23 November 2014   22:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:03 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tidak pernah bosan berbicara tentang tanah kelahiran saya mulai dari yang positif dan negatif, hanya putra daerahlah yang mengerti betul bagaimana nasib daerahnya, hanya pemilik rumahlah yang mengerti seisi rumah itu. Saya tak ubahnya menjadi seorang yang sangat tendensius dalam menilai roda pembangunan di kabupaten yang sudah berdiri 12 tahun ini itulah Kabupaten Mamasa. Berangkat dari diskusi ala sosmed dalam sehari tak kurang dari 5 orang menyoal tentang infrastruktur jalan, tak jarang diskusi yang negatif untuk pemerintah semua menjurus dengan menyalahkan pemerintah. Yang memang kondisi itulah yang memaksa masyarakat bersteitment demikian. Pribadi saya pun berkata ada apa dengan pemerintah di Mamasa, setiap hari melintasi jalan tersebut tapi inisiatif untuk merebut keburukan jalan ini tidak pernah terjadi 3 kali pergantian bupati prestasinya hanya tambal pasir atau tambal tanah yang dilakukan untuk mengatatsi jalan tersebut, adapun yang berusaha menambal dengan aspal, tpi sayang pernecanaanya pun abal-abalan,  bagamana bisa bertahan lama lebih tebal pasir dari pada aspalnya, tak heran sementara dikerja menyusul pun rusaknya dari belakang, suapaya lebih jelas ini beberapa kondisi jalan utama  menuju kabupaten mamasa  hingga masa kini.

Gambar kondisi jalan dari Kab. Polman ke Kab. Mamasa

[caption id="attachment_377562" align="aligncenter" width="560" caption="http://regional.kompasiana.com/2013/12/02/banyak-jalan-menuju-roma-susah-jalan-menuju-mamasa-615976.html"][/caption]



Jika ada yang melekatkan bahwa mamasa adalah daerah yang sangat tertinggal, saya sangat sepakat, bahkan rasionalnya menurut saya adalah sebagai kabupaten tertinggal di Indonesia. Saya terkadang tertawa sendiri jika menonton berita di daerah- daerah tertentu yang isi beritanya badan jalan longsor sehingga ini meresahkan warga, sekali-sekali liput dikabupaten ini anda akan menjumpai longsor terbesar yaitu dari kota polewali sampai kota mamasa kilometer 120 badan jalan semua longsor , sehingga tak bias di bedakan lagi bahwa apakah ini jalan atau sawah, sepanjang perjalanan anda di sajikan dengan kolam-kolam kecil, dan pencucian mobil gratis, tapi untung kalau masi murni air tapi kalau itu bercampur dengan air lumpur maka anda mendapatkan warna baru pada kendaraan yang anda tumpangi, yah beginilah wajah jalan Kabupaten Mamasa (Sul-Bar).

Kantor  Bupati Mamasa

14167306171888124335
14167306171888124335

Atau mungkin kami belum siap menjadi kabupaten,  jalan kami di banding daerah lain yah sangat jauh tertinggal, tapi kalau mobil pejabat kami atau rumah pejabat kami boleh lah di aduh dengan daerah kalian, kantor bupati kami luar biasa megah dan elit, “tapi hati hati dengan paca inderamu karena itu bisa saja menipumu”  coba amati interaksi di dalamnya anda menemukan sebuah interaksi yang sangat jauh berbeda dengan tempat lainya.

Di jawa, jalan ke kebun sayur saja di beton, yah pasti masyarakatnya nyaman dan tentu ini berimplikasi kepada kemajuan, yah meskipun tidak semua daerah di jawa sama, tapi setidaknya pemerintahnya sadar bahwa jalan itu salah satu vitalitas dalam menunjang kemajuan daerah itu. Kalau orang bilang pemerintah pusat tidak adil saya bilang cukup adil. Yang bermasalah adalah pejabat daerahnya, mereka tukang obral janji mereka tak memiliki jiwa pemimpin mereka berkedok pemimpin tapi tak bertujuan memimpin, melainkan menjadikan yang dipimpin sebagai penonton atas kemamapanan pribadinya. Saya bermimpi ada pemimpin yang berkarisma Soekarno dengan nuansa nasionalismenya, berkarakter Ahok dengan ketegasanya, Berjiwa Jokowi dengan kesederhanaanya. Bukan pemimpin yang luput dari ketiga hakikat manusia itu.

Bahklan sebagian bear masyarakat mamasa berkata, bahwa jika ada seoarang pemimpin yang hadir di mamasa dan berhasil membuat mulus jalan dari kota polewali ke mamasa maka mungkin dia bisa “di dewakan” oleh warganya. Pertanyaanya untuk level daerah jarak 100 km apakah hal yang mustahil untuk dibenahi?? Tentu tidak.  Orang bisa mebangun jembatan di atas laut dengan panjang ratusan kilo sudah nyata air adalah hal tersulit untuk menempatkan material bangunan tapi hal yang mungkin terjadi karena memang diprioritaskan. Tapi yang nasib buat kami ada dana kadang belum sampai sasaran sudah menipis, itupun jika masi sampai sasaran yah kontraktornya yang gak beres.

Inilah cerita "tanah longsor  terpanjang" kawan-kawanku, semoga ditempat kalian tidak demikian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun