Mohon tunggu...
Fandi Patodingan
Fandi Patodingan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Dilahirkan di Mamasa, Sulawesi Barat, putra ke 2 dari 4 bersaudara, saat ini saya menempuh pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana (SALATIGA), S1 Jurusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi. aktif di organisasi internal eksternal, saat ini menjabat Ketua Jaringan Mahasiswa Sosiologi se-Jawa, Korwil II, Jateng. dan Humas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mamasa Riwayatmu Kini

4 April 2015   04:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:34 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mamasa masa kini apakah sudah seperti yang kita harapkan? mari kita refleksikan sama-sama.

Kuat Karena Kearifan Alam

Melirik kembali sejarah Mamasa di awal di isukanya pembentukan daerah kabupaten dati II Mamasa yaitu pada tg l 9 Juli 1966 yang dipelopori D.Tandipuang dkk, tetapi masi mengelami beberapa kendala sehingga perjuangan itu sempat tersendat, hingga pada tahun 1968 kembali diperjungankan oleh S.Matasak dkk, hal serupa juga di hadapi karena beberapa persoalan hingga pada akhirnya perjuaangan ini sempat vakum beberapa tahun hinga pada tahun 1987-1988 hal serupa kemabali muncul namun surat panitia yang dikirim ke pusat juga tidak ada realisasi. Setelah negara Indonesia menginjakan kaki di era reformasi  membawa angin segar untuk daerah mamasa di mana pergerakan itu kembali muncul  pada tahun 1999 dan akhirnya  tanggal 11 maret 2002 Kabupaten Mamasa resmi terbentuk. Hal ini penulis ingin tekankan sekali lagi lewat  sejarah bahwa daerah ini tidak serta merta diputuskan oleh Negara lewat selembaran yang telah di atur dalam UU tapi ia di bangun dengan kerja keras para pejuang-pejuang di daerah lantas mengapa kita yang nota bene tinggal menjaganya saja tidak bisa. Generasi mamasa jangan menjadi generasi gagal generasi yang pandai memainkan teori tapi melampau realitas.

Sebuah artikel yang menarik yang di tulis oleh kawan saya di Kompasiana penulis senior Yusran Darmawan seorang alumnus dari Universitas Hasanudin asal Buton berjudul “Mamasa Surga Gaib di atas Pegunungan Sulawesi. Membangkitkan semangat penulis betapa muliahnya daerah kita ini jika di tinjau dari sajian alam yang diberikan oleh Sang Maha Karya. Lantas apakah kita sudah menjaganya ini adalah PR warga mamasa. Orang luar berkata daerah ini adalah surga lalu bagaimana dengan masyarakatnya apa juga seperti dengan penilaian orang luar ?

Sebagai bagian dari mamasa semestinya kita melampau pemaknaan orang luar di banding kita sebagai putra    putrinya. Bagi penulis terlepas kita bicara pada aspek pemerintahanya, Mamasa sungguh luar biasa apalagi bicara soal budayanya yang begitu unik dan sangat memukau, oleh karenanya tak jarang saya berkata lain jika ada yang tanya  asalnya dari mana pasti saya dengan spontan menjawab dari Mamasa biasanya orang jika di luar akan menjawab dari Toraja, sekalipun memang kita dari kesatuan etnis yaitu Toraja, tapi ada beberap nilai kedaerahan yang tumbuh sehingga kita menjadi terikat dengan kata Mamasa itulah yang disebut dengan “Kearifan Lokal”

Lantas bagmana mamasa di masa kini saat identitasnya sudah menjadi kabupaten? Impian masyarakat Mamasa dengan daerah lain sebtulnya sama yaitu ingin kabuptenya di lirik oleh daerah lain, masyarkatnya sejahtera, SDM nya berkulitas, infrastrukturnya tercukupi, namun faktanya secara kseluruhan terbalik. Masyarkat mamasa justru diperhadapkan dengan ketimpangan-ketimpangan social yang pada akhirya menjadikan mereka apatis terhadap pemerintah. Pemerintah dinilai gagal membawa mamasa menjadi daerah yang layak disebut sebagai kabupaten, ada banyak hal yang bisa mejadi indicator kegagalan pemerintah di antaranya; buruknya infrastruktur jalan dari semua titik dari jalan utama hingga jalan penghubung antar desa, rendahnya SDM, dan masi maraknya praktek KKN, hingga persoalan social lainya. Hal ini di picu karena buruknya system birokrasi yang di pelopori oleh orang-orang yang bermodalkan kepentingan menjadikan Mamasa hingga detik ini sangat lamban untuk berkembang.

Apatisme Masyarakat Terhadap kata Bupati

Keresahan masyarakat semakin mengerucut pasca pergantian bupati yang kesekian kalinya ternyata tidak membuahkan hasil yang memuskan. Di awal era kepemimpinan Said Sagaf sebagai bupati pertama di mana Mamasa pertama kali menjadi Kabupaten, keresahan masyarakat belum terlalu Nampak karena memang masi tergolong era perombakan dari pra kabupaten ke Kabupten sehingga ini masi di maknai sebagai hal yang wajar jika belum maksimal.

Penulis berani memastikan tidak mudah untuk setiap pemimpin bisa meraih kembali kepercayaan rakyat. Masalahnya adalah sudah terlalu lama rakyat menunggu realisasi janji-janji dari mereka yang di amanatkan kekuasaan. Rakyat pun sudah member toleransi berlebih atas kelambanan dan keraguan bupati selama ini. Dalam 3 kali pergantian kekuasaan di roda pemerintahan Mamasa tak pernah ada kabar baik untuk rakyat kebanyakan. Yang ada adalah keluahan yang melimpah ruah tak lain yang diteriakan adalah persoalan infrastruktur dan K2 yang dinilai tidak pernah benar-benar terealisasi secara baik. Kekecewaan rakyat juga sudah begitu mendalam melihat carut marut bobroknya system birokrasi yang diciptakan para elit. Ketidakpercayaan terhadap pemerintah  disebabkan ambivalensi Bupati dan juga Gubernur  , di satu sisi sikap dan posisi Bupati dan Gubernur amat meyakinakan ketika membuat pernyataan tentang kemajuan daerah dan sangat  pro rakyat namun ternyata endingya adalah ambur adul pada tingkat implementasi

Masyarakat mamasa sepertinya larut dalam romantisme politik, mereka yang memainkan peran politik sangat menyadari hal itu, sehingga semakin membangkitkan gairah politiknya untuk berkuasa, politik uang menjadi tameng aspirasi, kolusi menjadi penyumbat massa, maka tak heran mereka saat diamantkan kekuasaan oleh rakyat korupsi menjadi langka praktis untuk membayar biaya politiknya saat estapet pemilu di mulai. Maka pertanyaanya anda ingin mengadu ke siapa,  anda menyalhkan mereka itu sama saja anda menghakimi pilihanmu, “Siapa suruh menggadaikan suara hati anda dengan Rupiah”. Politik  bagi penulis  sebetulnya tidak berbasis pada baik dan buruk, tapi ia berbasi apakah sah atau tidak sah oleh karenanya jika kita merelakan nurani kita juga untuk di rampas maka lenyap lah hak-hak anda.

Krisis Kepemimpinan

Pemimpin yang benar adalah pemimpin yang mau memasang telinga ke bumi, peka terhadap jeritan rakyat banyak, jika perlu mereka bersedia menjadi martir untuk itu. Itu baru namanya pemimpin. Elit mamasa harus segera siuman dari tidur mendengkur tengah hari, daerah ini sudah terlalu bernasib malang karena ulah pemimpin yang tidak bertanggung jawab. Ajaran alam melekat di mamasa, ajaran agama tumbuh subur di mamasa tapi mengapa lahir manusia-manusia yang berprilaku buruk. Nilai-nilai kelokalan nilai agama harusnya meni pedoman dalam berkarya, masyrakat mamasa menghadapi kegelisahan di setiap moment di mana pesta demokrasi akan di mulai, perdiksi demi prediksi berdatangan dari sudut kegelisahan masyarakat tentang siapa yang akan benar-benar menyiapkan dirinya dengan tulus akan membangun Mamasa. Krisis moral nampaknya yang menjadi alasan sulitnya memilah memilih dan memutuskan pemimpin terbaik, orang-orang yang menjunjung tinggi spiritualitas kebangsaan seolah di tenggelamkan oleh mereka yan sedang bersaing tidak sehat.Padahal sangat memalukan secara moral kemanusiaan apabila kita masi berupaya mecari keadilan pembangunan ekonomi. Memalukan karena dalam proses pembanguan ekonomi pada suatu lingkungan yan berbudaya tinggi, keadilan pembangunan harusnya menjadi dimensi utama. Dalam pengertian ini proses pembangunan  ekonomi yang tidak berdimensi  keadilan harus kita kategorikan sebagai anti pembangunan, sebagai sesuatu yang tidak beradab

Soal Jalan Bagaikan persoalan Kemiskinan

Sengaja infrastruktur jalan penulis kaitkan dengan kemiskinan,di mana di muka bumi nampaknya persoalan kemiskinan tidak akan pernah musnah, begitu jugalah dengan nasib jalan di mamasa, 3 kali pergantian bupati tak satupun yang keluar sebagai orang yang berperan penting dalam perbaikan jalan secara maksimal. Apakah  benar soal jalan bagaikan  persoalan kemiskinan? Bagaimana dengan daerah lain apakah perbaikan jalan adalah persoalan yang paling rumit, fakta membuktikan bahwa di semua daerah di Indonesia persoalan kemiskinan dan keadilanlah yang paling sulit, bukan soal jalan. Lantas mengapa perbaikan jalan di mamasa sejak berdirinya menjadi kabupaten tidak pernah tuntas. Apakah tidak ada dana? Atau ada persoalan lain yang lebih serius, dalam mekanisme pembentukan daerah yang baru mekar pasti daerah itu mendapatkan kucuran dana yang melimpah, jika  melimpah itu menunjukan bukan factor dananya yang tidak ada, teapi persoalan manusianyalah yang menjadi muara persoalan. Beberapa Netizen mengatakan di jejaring social bahwa salah satu ukuran keberhasilan pemimpin di Mamasa adalah ketika jalanya menjadi mulus, dalam struktur pemerintahan level kabupaten jika hanya diperhadapkan dengan persoalan infrastruktur jalan yang hanya berjarak berapa kilometer harusnya tidak menjadi persoalan yang serius, tetapi faktanya jalan di mamasa hamper setiap hari menjadi sorotan yang ramai dari masyarakat Mamasa sungguh sangat memprihatinkan.

Kata kunci “Masyarakat Apatis”

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun