Mohon tunggu...
Farhan Abdul Majiid
Farhan Abdul Majiid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Alumnus Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia | Alumnus SMA Pesantren Unggul Al Bayan | Penikmat Isu Ekonomi Politik Internasional, Lingkungan Hidup, dan Kajian Islam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bonus Demografi dan Generasi Sandwich

8 Januari 2017   12:30 Diperbarui: 8 Januari 2017   12:35 1657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sandwich Generation; sumber: redpandacare.com

Menarik dengan apa yang dikatakan Bapak Irwan, Guru saya sewaktu di SMA pada beberapa waktu yang lalu. Beliau memperkenalkan sebuah istilah yang cukup asing di telinga kita. Generasi Sandwich. Saya pun sekarang semakin penasaran dengan istilah itu seiring dengan menghangatnya diskusi mengenai bonus demografi yang sedang Indonesia alami saat ini.

Bonus demografi

Dalam lima tahun terakhir, perbincangan di dunia sosial kita ramai dengan istilah bonus demografi. Indonesia disebut-sebut akan mengalami masa bonus demografi ini tak lama lagi. Bonus demografi dikatakan sebagai sebuah masa emas suatu negara yang tak selamanya didapatkan oleh setiap negara. Maka, guna mengoptimalkan apa yang disebut sebagai ‘bonus demografi’ ini, rakyat Indonesia harus memperbaiki kualitas sumber daya manusia yang dimiliki.

Bonus demografi merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan kependudukan suatu negara yang mana banyaknya penduduk usia produktif (15-65 tahun) melebihi penduduk yang berada di usia non produktif (di bawah 15 dan di atas 65 tahun). Kondisi ini didapat ketika angka kelahiran penduduk dan angka kematian penduduk di suatu negara dapat dikendalikan. Biasanya bonus demografi ini terjadi setelah negara tersebut mengalami era yang disebut sebagai ‘baby boom’ alias ledakan angka kelahiran. Setelah mencapai kestabilan, muncullah era bonus demografi.

Menurut data dari BPS, Indonesia telah mulai mengalami masa bonus demografi ini sejak tahun 2012 dan akan mencapai puncaknya pada tahun 2028-2030. Masa-masa ini perlu diperhatikan oleh pemerintah sehingga besarnya penduduk di usia produktif ini tidak menjadi bom waktu bagi Indonesia. Banyaknya penduduk di usia produktif tetapi bila tidak diiringi dengan meningkatnya produktivitas masyarakat kita akan membuat masalah baru di kemudian hari.

Pengalaman akan bonus demografi rupanya sudah dialami oleh negara lain. Salah satu contoh sukses dari pengalaman ini ialah Jepang yang sukses memanfaatkan masa bonus demografinya sehingga dapat mencapai kemajuan seperti saat ini. Pada masa setelah perang dunia kedua, Jepang mengalami era baby boom, meski tak seberapa lama. Setelah era baby boom tersebut lewat, mulailah Jepang mengalami peningkatan produktivitas pekerja secara signifikan. Industrialisasi menumbuhkan inovasi. Di samping itu, kualitas hidup pun meningkat seiring dengan baiknya layanan kesehatan. Pada akhirnya, meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga mencapai tingkat kemapanan yang cukup signifikan.

Generasi Sandwich

Istilah ‘bonus demografi’ mungkin sudah cukup familier di kalangan kita. Namun, bagaimanakah dengan istilah ‘generasi sandwich’? Pernahkah pembaca mendengar istilah itu?

Saya pun baru mengetahui istilah tersebut setelah diberitahu oleh guru saya. Saya kemudian mencari berbagai data dan berita apa sebenarnya yang dimaksud beliau sebagai ‘generasi sandwich’.

Rupanya, generasi sandwich adalah istilah yang menggambarkan keadaan sebuah generasi yang berada pada usia produktif dan harus menghidupi anaknya dan orang tuanya. Dengan istilah lain, satu generasi yang harus menanggung beban generasi di atasnya yang telah melewati masa produktif dan satu generasi di bawahnya yang belum memasuki masa produktif. Fenomena ini banyak terjadi di negara maju, seperti Amerika Serikat dan Australia.

Tanggungan beban yang dihadapi oleh generasi sandwich ini dapat dikatakan besar. Menanggung biaya orang tua berarti harus menyiapkan anggaran untuk biaya kesehatan. Sedangkan menanggung biaya anak berarti harus menyiapkan anggaran pendidikan. Kedua biaya ini, di negara seperti Amerika Serikat, sangatlah mahal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun