Mohon tunggu...
Farhan Abdul Majiid
Farhan Abdul Majiid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Alumnus Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia | Alumnus SMA Pesantren Unggul Al Bayan | Penikmat Isu Ekonomi Politik Internasional, Lingkungan Hidup, dan Kajian Islam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Selamatkan Rohingya!

19 November 2016   14:22 Diperbarui: 19 November 2016   14:31 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keadaan sebelum dan sesudah pembakaran dari citra satelit. Sumber: HRW

Beberapa hari yang lalu, seorang dosen tamu dari sebuah organisasi kemanusiaan mengenai diplomasi kemanusiaan. Di akhir sesi, beliau menyebutkan, “Mohon doa untuk saudara-saudara di Rohingya, tim kami mendapatkan kabar buruk, sedang terjadi lagi pembantaian oleh rezim Junta di Myanmar terhadap Muslim Rohingya”. Langsung muncul di dalam benak saya, mengapa permasalahan di Rohingya ini tidak pernah usai?

Sejarah

Jika kita menilik faktor sejarah, intimidasi terhadap muslim Rohingya telah terjadi sejak puluhan tahun silam sejak Myanmar merdeka. Muslim Rohingya tidak dianggap sebagai etnis yang menjadi bagian dari Myanmar. Bik kaum Buddhis ataupun pemerintah Junta yang memegang otoritas di pemerintahan, kondisi Muslim Rohingya tetap menjadi masyarakat yang terpinggirkan. Bahkan dalam beberapa kesempatan terjadi pembantaian terhadap muslim Rohingya secara sistematis dan didukung militer.

Pada masa lalu, Rakhine, daerah berpenduduk mayoritas muslim Rohingya seharusnya dimasukkan ke dalam negara Pakistan Timur yang kini menjadi Bangladesh. Secara agama dan ras, memang mereka lebih dekat kepada Bangladesh. Namun, karena pembagian wilayah bekas penjajahan itu tidak terlalu memperhatikan keadilan ras dan agama, wilayah mereka justru dimasukkan ke dalam Myanmar yang berpenduduk mayoritas beragama Buddha. Akhirnya, kini Rohingya tidak diterima di Myanmar karena dianggap berbeda, dan tidak diterima pula di Bangladesh karena secara de facto wilayahnya tidak berada di dalam teritori Bangladesh.

Keadaan sebelum dan sesudah pembakaran dari citra satelit. Sumber: HRW
Keadaan sebelum dan sesudah pembakaran dari citra satelit. Sumber: HRW
Kondisi terkini

Tahun 2015 lalu, kita sempat mendengarkan kabar muslim Rohingya yang terlunta-lunta di perairan Indonesia. Pengungsi dari Myanmar ini kemudian menimbulkan dilema. Di satu sisi, mereka masuk ke Indonesia tidak melalui regulasi yang legal. Namun, di sisi lain, mereka berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan tidak mungkin untuk melakukan prosedur yang formal. Akhirnya, masyarakat Indonesia secara swadaya membantu para pengungsi yang ditempatkan di Aceh.

Dalam beberapa hari terakhir, di media massa kembali beredar kabar terjadinya pembantaian terhadap muslim Rohingya. Tidak hanya dibantai, banyak perempuan yang diperkosa oleh tentara pemerintah.[1] Kekejaman juga tidak berhenti dengan adanya pembumihangusan perkampungan warga muslim Rohingya. Menurut laporan dari lembaga Human Right Watch, sekira 400 rumah dibakar dalam operasi yang dilakukan oleh militer Myanmar.[2] Hingga hari Kamis lalu, terdapat 150 korban tewas akibat dari operasi tersebut.[3]

Dalam beberapa gambar yang dirilis oleh Human Right Watch, terlihat rumah dibakar dan warga diusir tanpa ada alasan yang jelas.[4] Jika melawan, mereka akan disiksa dan dibunuh. Bahkan dalam beberapa kasus, mereka dibakar hidup-hidup Kondisi ini seperti sebuah genosida yang sangat tidak berperikemanusiaan.

Keadaan ini membuat banyak muslim Rohingya harus meninggalkan tanah kelahirannya. Mereka mengungsi ke tempat mana pun yang dianggap memungkinkan. Kondisi ini membuat banyak muslim Rohingya menjadi terlunta-lunta di berbagai tempat.

Dari data dan fakta tersebut, kita dapat memahami bahwa krisis kemanusiaan yang dialami oleh muslim Rohingya telah berlangsung begitu lama. Namun, krisis ini tak kunjung selesai karena tidak terlalu mendapat atensi masyarakat internasional. Selain itu, pemerintah Myanmar memang tidak secara langsung menginginkan perlindungan terhadap muslim Rohingya.  

Timbul juga tanda tanya besar terhadap peran dari Aung San Suu Kyi, yang sebenarnya merupakan penerima Nobel perdamaian dari Myanmar. Dalam kasus pembantaian terhadap muslim Rohingya ini, dia tidak mengeluarkan pernyataan yang setidaknya menyelamatkan kondisi muslim Rohingya. Sikap diam dari Suu Kyi ini kemudian menimbulkan banyak pertanyaan, apakah ia justru ikut menjustifikasi operasi militer tersebut? Hingga kini kita belum mendapatkan jawabannya.[5]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun