Untukmu Ibu
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Assalamualaikum wr. wb.
Ibu, aku selalu berdoa, semoga saat surat ini ada di tangan Ibu, Ibu dalam keadaan sehat dan selalu dalam lindungan Yang Maha Kuasa.
Aku disini baik-baik saja, Bu, dan aku merindukan Ibu. Sangat merindukan Ibu. Merindukan setiap hal yang pernah kita lakukan bersama, saat aku kecil dulu.
Sesuatu yang benama waktu memang benar-benar bisa menghadirkan jarak diantara kita, ya, Bu..? Aku yakin Ibu juga bisa merasakan itu.
Dan dengan bertambahnya usia, banyak hal yang kita lewatkan. Kita sudah tidak pernah lagi makan bersama, nonton tivi bersama, tertawa, becanda, dan bahkan aku lupa kapan terakhir kali menangis pada Ibu. Aku rindu belaian Ibu di kepalaku. Kita pernah benar-benar menjadi sahabat. Atau lebih tepatnya, Ibu adalah sahabatku!
Tapi aku sudah berjanji pada diri sendiri, bahwa aku tidak akan pulang sebelum mendapatkan yang kuinginkan. Aku ingin kebahagian, Bu, dan aku ingin Ibu juga bahagia tentunya.
Kehidupan di kota besar ternyata tidak seperti yang aku bayangkan dulu, Bu. Disini aku harus melakukan semuanya sendiri; bangun, mencuci, memasak, dan hal-hal lain yang biasa Ibu lakukan untukku. Tak ada lagi suara lembut Ibu yang membangunkanku setiap pagi, tak ada tangan halus yang merawatku saat aku sakit, dan tak ada makanan yang diolah dengan penuh cinta seperti yang biasa Ibu lakukan.
Dan ternyata mencari uang memang tak mudah. Aku harus bekerja setiap hari, rela dimarahi atasan karena hasil kerjaku tak sesuai dengan yang mereka inginkan, atau mungkin mereka hanya sekedar ingin menumpahkan kekesalan yang mereka dapatkan dari seseorang yang lebih tinggi lagi jabatannya, atau mungkin dari keluarganya di rumah. Entahlah.
Aku pernah memukul salah satu atasanku karena dia memarahiku untuk sesuatu yang sudah kukerjakan dengan sungguh-sungguh. Ibu pernah mengajarkan padaku, kan, bahwa kita harus benar-benar mengerjakan apa yang menjadi tanggung jawab kita dengan sepenuh hati. Aku melakukannya. Tapi mungkin atasanku itu sedang kesal dan harus menumpahkan kekesalannya, dan sayangnya, dia menumpahkannya kepada orang yang salah. Keesokan harinya aku dikeluarkan dari pekerjaanku itu.
Tapi memang Tuhan masih sangat sayang kepadaku, karena tiga hari kemudian aku sudah mendapatkan pekerjaan lagi sebagai pelayan toko. Tapi sayangnya toko ini bangkrut, dan aku harus menganggur lagi. Lagi-lagi aku tidak perlu menganggur terlalu lama, karena seminggu kemudian aku sudah mendapatkan pekerjaan lagi, sebagai buruh pabrik. Aku curiga, Ibu pasti selalu mendoakan aku di setiap waktu.
Kadang aku sangat ingin pergi dari tempat ini, jika tidak ingat apa yang Ayah katakan padaku dulu saat mengusirku dari rumah, pasti sekarang aku akan berlari menemui Ibu. Memeluk dan menghujani wajah Ibu dengan ciuman, merbahkan kepalaku di pangkuan Ibu sampai aku tertidur, seperti yang biasa kita lakukan dulu.
Aku ingin Ibu dan Ayah tahu, bahwa aku sangat menyesal telah melakukan kesalahan itu, mencuri sekarung padi dari lumbung milik tetangga hanya untuk bersenang-senang. Aku tahu Ibu pasti sangat malu. Malu saat Ayah mengusirku dari rumah dengan disaksikan beberapa tetangga. Ibu pasti malu pada orang-orang di kampung kita karena telah melahirkan dan membesarkan seorang pencuri.
Ibu ingat? Dulu Ibu pernah marah padaku hanya karena sepotong martabak yang seharusnya menjadi jatah kakak, tetapi aku yang habiskan. Aku sangat membenci Ibu waktu itu. Bagaimana bisa Ibu lebih mementingkan makanan yang secuil itu dibandingkan dengan kebahagiaanku, anak Ibu sendiri? Selama dua hari aku tak ingin melihat wajah ataupun mendengar suara Ibu. Ibu ingat itu, kan?
Tapi di kemudian hari aku sadar, bahwa itu bukan tentang sepotong martabak. Itu lebih dari sekedar secuil makanan yang kita anggap mewah hari itu. Itu tentang rasa saling berbagi, saling peduli, dan tanggung jawab.
Di kesempatan ini aku ingin meminta maaf untuk hal itu. Juga untuk kesalahan-kesalahan lain yang karena terlalu banyaknya, aku tak bisa sebutkan disini satu persatu.
Aku juga ingin berterima kasih pada Ibu karena telah merawat dan membesarkanku tanpa lelah, melafalkan doa-doa setiap waktu untuk keselamatan dan kebahagiaanku, juga mengajarkan aku tentang bagaimana menjalani hidup. Aku tahu, tak ada harta apapun di dunia ini yang sanggup membayar segala jerih payah Ibu.
Mungkin Ibu bukanlah perempuan terbaik yang ada di dunia ini. Ibu tidak sehebat Margareth Teatcher yang dikenal oleh seluruh dunia, tidak sehebat RA. Kartini yang namanya diabadikan di buku-buku sejarah, atau seperti Megawati Soekarno Putri yang menjadi presiden wanita pertama di republik ini. Singkatnya, Ibu bukanlah siapa-siapa bagi dunia ini.
Tapi bagiku, Ibu adalah seluruh dunia. Ibu adalah mutiara yang tiada duanya. Nama Ibu ada dalam setiap doaku, dan terpatri dalam hatiku. Aku adalah anak yang paling beruntung di muka bumi ini karena lahir dari rahim seorang perempuan seperti Ibu, dibesarkan oleh kasih sayang tulus dari tangan lembut Ibu, dan aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena dihadirkan di tengah-tengah keluarga yang kita miliki. Ibu adalah malaikat yang Tuhan kirimkan untukku.
Oh iya, Bu, insya Allah bulan depan aku akan pulang. Dan jika Tuhan mengijinkan, aku akan membawa seorang bidadari yang akan menjadi menantu Ibu. Aku akan membawa Ibu ke sini untuk menyaksikan akad nikah kami. Aku ingin Ibu tahu, bahwa sebagai orang tua, Ibu sudah berhasil membesarkanku menjadi seseorang. Aku ingin melihat Ibu bahagia saat melihatku bahagia. Semoga perempuan yang aku bawa ini bisa menjadi istri yang shalihah dan ibu yang baik buat anak-anak kami kelak. Seperti Ibu yang menjadi istri untuk ayah, dan ibu buat kami, anak-anak Ibu.
Semoga ini adalah kabar yang menyenangkan untuk Ibu.
Semoga Ibu selalu mendapat berkah dari Yang Maha Kuasa.
Tangerang, 22 Desember
Dengan penuh cinta
(Hafidz)
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community dengan judul : Inilah Hasil Karya Peserta Event Hari Ibu
Silahkan bergabung di FBÂ Fiksiana Community
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H