Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

44.786 Nyawa Palestina Terenggut, Mau Berapa Lagi?

11 Desember 2024   20:23 Diperbarui: 11 Desember 2024   20:23 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan memahami keadaan tersebut, maka dunia dapat melihat perseteruan antar dua negara secara netral dan adil, tanpa dipengaruhi sikap rasialisme, atau keberpihakan terhadap golongan tertentu.

Hingga minggu-minggu terakhir ini, angka kematian warga Palestina di Gaza yang menjadi korban bombardir Israel telah menyentuh 44.786 jiwa (AFP, 11 Desember 2024) Tapi, tampaknya Israel dengan cuek bebek tetap melakukan pembantaian terselubung dengan alibi memburu anggota Hamas. Nyawa seakan tak ada artinya lagi di pihak Palestina.

Adilkah perlakuan Israel ini? Sebab tampaknya negara zionis melihat seluruh komponen warga Palestina, terutama yang di Jalur Gaza, sebagai bagian dari Hamas. Baik pria dewasa, wanita, anak-anak, bahkan bayi-bayi tak berdosa sekalipun.

 

Sedemikian sakit hatinya Israel dengan insiden 7 Oktober, yang mengakibatkan solidaritas zionisme pemicu sikap tak adil dengan membabi-buta melakukan genosida.

Israel selalu menolak disebut melakukan genosida, padahal dunia tahu sasaran penyerangan yang dilakukan Israel adalah mayoritas warga sipil. Secara "gebyah uyah" dan membabi-buta semua diserang, hingga pengungsi yang secara hukum perang internasional tak boleh diusik, toh dibombardir juga. Demi alibi memburu Hamas, manusiawikah itu?

Mari berpikir secara rasionil dan adil, masih adakah yang berani membela Palestina? Bila sikap membela bangsa tertindas, lalu mengecam di penindas, justru disebut antisemit? Hingga kemudian hak veto menjadi lebih berkuasa dari hak asasi manusia. Masih adakah keadilan di dunia ini terhadap sekelompok bangsa yang ingin melepaskan diri dari penjajahan?

Penjajahan sangat berkuasa dalam beragam hal, tekhnologi, persenjataan, diplomasi, propaganda. Bila sudah demikian, maka apa yang bisa dilakukan bangsa terjajah tertindas yang hidup dibawah garis kemiskinan dan kalah dalam hal apapun?

Aroma imperialisme itu ternyata masih ada, bercokol diseluruh wilayah global. Bila negara merdeka saja dikangkangi, apatah lagi negara yang tak diakui kemerdekaannya. Benarkah masih ada sikap keunggulan suatu ras dibanding ras lainnya, lalu menguasai dan merajai?

Ketika telah memahami semua itu, batin kita jadi terusik. Sudah seharusnya pembelaan bukan karena sesama ras. Sikap adil adalah dengan tidak memandang suku, agama, ras dan antar golongan. Sikap eksklusivisme, rasisme, ekstrimisme yang berlebihan sangat berbahaya, sebab akan melahirkan kebencian. Kebencian mendalam tidak hanya  menghancurkan kedamaian dunia, tapi juga dapat memicu sikap genosida berlebihan. 

Proyek pengendalian tanah jajahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun