Segala rintangan saat kuliah dilaluinya dengan perjuangan maksimal. Memasuki daerah-daerah terpelosok dan terpencil saat praktek lapangan ditengah guyuran hujan, jalan yang rusak dan terjal hingga membuat motor mogok, atau pun sakit mata karena terkontaminasi hewan  sakit, bukanlah perjuangan yang mudah
Tepat di 26 Januari 2023, Fallah Fernando Al Malikil Quddus dilantik dan diambil sumpahnya sebagai Dokter Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang Jawa Timur.
Tak terasa sebuah perjuangan yang dilakukannya, mulai dari pertama awal masuk kuliah hingga dilantik menjadi dokter hewan adalah suatu hal yang tidak main-main. Sebab semuanya dilaluinya dengan semangat ketabahan dan pengorbanan saat meninggalkan tanah kelahirannya, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Anak sulung dari sebuah pernikahan yang Bhineka Tunggal Ika, ayahnya yakni Ayur Montana yang memiliki etnis Banjar, sedangkan Ibunya, Rita Miftakhul Jannah merupakan etnis Jawa campuran. Diboyongnya ibu Fernando oleh ayahnya ke Banjarmasinlah yang membuat pemuda tampan ini lahir di kota seribu sungai tempat kelahiran ayahnya. Demikan juga adiknya, Steven Al Jabbar lahir di kota yang sama pula.
Menghabiskan masa kecilnya di Borneo, hingga selepas Sekolah Menengah Atas, Fernando tak pernah membayangkan akan menyeberang pulau, melanjutkan ke Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya. Meskipun berat meninggalkan tanah kelahirannya, namun tekat mewujudkan cita citanya semenjak kecil, apalagi tidak ada fakultas veteriner di daerahnya, membulatkan tekat terbang ke tanah seberang.
Bukan Fernando bila tak memiliki keinginan keras untuk mewujudkan cita citanya. Dengan keinginan kuat dia memulai segala hal sendiri, misal seperti mencari tempat kos, yang kala itu lumayan jauh dari kampusnya. Ketidaktahuannya tentang daerah yang akan didatangi tak membuat niatnya surut mencari tempat-tempat penting yang berkaitan dengan kampusnya, sebab di zaman digital seperti sekarang ini, Google Map menjadi kunci segalanya.
Satu tantangan terberat saat awal kuliah adalah ketika praktikum bedah hewan, bukan hal mudah bagi Fernando. Meskipun cita citanya menjadi dokter hewan, namun bukan berarti dia pemuda yang tahan hal-hal menggelikan. Sejak kecil pemuda kelahiran tahun naga ini tergolong anak yang pemilih saat makan dan gampang muntah ketika melihat segala sesuatu yang menjijikkan. Itulah kenapa saat kecil dia paling antipati makan ikan, apalagi udang.Â
Ketika tiba praktikum bedah hewan kecil saat kuliah, hal itu merupakan tantangan berat baginya. Namun tekatnya yang kuat untuk menjadi pahlawan penolong hewan-hewan, mengalahkan rasa jijiknya. Berhasil melewati semuanya, hingga kemudian sukses melakukan operasi, sungguh merupakan perjuangan yang memuaskan dan patut diapresiasi.
Keyakinannya yang teguh pada Tuhan serta kedisiplinannya sholat tepat waktu, memudahkan Fernando menyelesaikan kuliah tanpa rintangan. Segalanya berjalan mulus, meskipun pandemi Covid-19 pernah membuatnya harus tetap terjebak dan bertahan di kota tempatnya menimba ilmu. Demi memudahkan sistem belajarnya, hampir dua tahun dia tak pulang ke tanah kelahirannya, namun kecanggihan tekhnologi tetap dapat membuatnya terhubung dan seakan tak berpisah dengan kedua orangtua dan adiknya di Banjarmasin.
Segala rintangan saat kuliah dilaluinya dengan perjuangan maksimal. Memasuki daerah-daerah terpelosok dan terpencil saat praktek lapangan demi menambah ilmu, ditengah guyuran hujan, jalan yang rusak dan terjal hingga membuat motor mogok, sakit mata karena terkontaminasi hewan yang sakit, bukanlah perjuangan yang mudah.Â
Hari-harinya dipenuhi perjuangan keras tanpa henti. Tidak pernah tidur tepat waktu, begadang tiap malam, tidur hanya beberapa jam saja, untuk kemudian besoknya kembali ke kampus bukan hal mengherankan lagi.Â