Segala sesuatu yang pada awalnya buruk, namun kemudian memiliki penggemarnya tersendiiri' maka akan memiliki nilai lebih, lalu menjadi legal dan mendapat kategori berprestise tinggi, sehingga dipertandingkan.
Kartu bridge dan domino jelas sangat berkaitan dengan dunia perjudian. Tetapi keasyikan berpikir dan bermainlah yang menjadikannya memiliki banyak penggemar. Maka tidak heran bila kemudian diangkat ke permukaan menjadi sebuah olahraga bergengsi antar dunia.
Sedangkan dansa, apa yang ada di pikiran kalau bukan berpegangan tangan, berpelukan, saling memandang, lalu meliuk-liukkan tubuh. Bahkan ketika dalam sebuah pesta ada seorang asing yang menginginkan berdansa bersama pasangan kita, maka kita harus rela meminjamkannya, meskipun itu pasangan hidup kita, sebab hal tersebut merupakan hal wajar dalam acara dansa.
Dari kacamata mereka yang pro, no problem tentang dansa, kan cuma ajang kenalan dengan orang lain. Apalagi telah sah menjadi acara sport yang dipertandingkan, kenapa harus dipermasalahkan? Malah asyik dapat kenalan baru, dapat sensasi baru dengan pelukan yang berbeda. Namun pernyataan yang satu ini dianggap ngeres dari kacamata yang kontra dansa.
Bagi mereka yang kontra dengan dansa, bukannya tanpa alasan. Sebab dansa dianggap sebagai warisan budaya kolonial yang tidak sesuai norma. Secara norma agama, jelas tak sesuai. sedangkan ditinjau dari norma kesopanan, jelas tidak sopan, saling berpelukan, berpandangan, apalagi dengan seseorang yang baru dikenal. Namun karena norma kesopanan berlakunya relatif, maka yang dianggap tidak sopan di negara ini, belum tentu tidak sopan di negara asalnya.
Norma luntur akibat faktor kepentingan dan kebutuhan ekonomi
Seiring perubahan zaman, norma-norma terkadang harus dipaksa mengalah pada sebuah kepentingan karena pengakuan. Agar terjadi keseimbangan diantara yang pro dan kontra, maka sesuatu yang dianggap kontra harus dipoles dan dirubah. Misalnya seperti sebuah minuman beralkohol ynag banyak digandrungi karena rasanya, yang kemudian dipoles untuk menarik pangsa pasar, dengan label tanpa alkohol. Dan memang alkoholnya dihilangkan, meskipun imajenya dahulu adalah minuman keras.
Demikian juga dansa, yang pada awalnya dianggap tidak etis dan melanggar norma, kemudian dipoles sebagai sesuatu yang sudah sewajarnya, olahraga yang menyehatkan. Bahkan para selebritas dan para orang terkemuka ikut cawe-cawe berpendapat. Banyaknya pembelaan tentu saja kaum yang kontra kembali berpikir ulang untuk menolaknya.
Dansa telah dipertandingkan dalam ajang-ajang internasional sebab dianggap sebagai bagian dari olahraga. Oleh karenanya harus dipoles agar tidak melukai mereka yang kontra, sehingga secara umum dapat diterima karena dianggap menyehatkan, sebab banyak gerakan di dalamnya.
Demikian juga dengan bridge ataupun kartu domino yang pada awalnya dipandang kontra, karena berkaitan erat dengan perjudian sehingga dianggap merusak mental dan moralitas. Namun kemudian anggapan itu berubah, bridge diklaim sebagai ajang berpikir mendalam, memerlukan konsentrasi, sehngga dipertandingkan menjadi olahraga internasional yang bergengsi. Tentu saja dengan sebuah polesan tanpa perjudian, hanya sebuah ajang permianan kartu belaka.
Banyak hal yang pada awalnya kontra, namun kemudian berubah menjadi pro serta dianggap maklum, sebab faktor kepentingan dan diperlukan dalam desakan ekonomi. Salah satu contohnya adalah rokok.Â