Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pro Kontra Dansa, Anda yang Mana?

24 Januari 2023   08:39 Diperbarui: 24 Januari 2023   08:49 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dansa (pic: indosport.com)

Mengapa harus saling menghujat dan menganggap bodoh saudara sesama bangsa karena dansa, bukankah sama-sama sebagai bekas bangsa yang terjajah? Haruskah bertengkar sementara si pemilik budaya tertawa lebar menonton suksesnya "devide et impera"? Siapa sesungguhnya yang lebih bodoh diantara yang bodoh?

Heboh! Akibat viralnya "dansa" yang dilakukan bocah-bocah SMP beberapa waktu lalu, bangsa ini terpecah menjadi dua, pro dansa serta kontra dengan dansa, dan terjadilah perdebatan panjang.

Mereka yang kontra dansa dianggap norak dan kampungan, pasalnya dansa  sudah jamak dianggap sebagai simbol pergaulan internasional. Meskipun awal mula kedatangannya ke Indonesia dibawa Penjajah Belanda, namun kemudian melebur menjadi kegemaran yang dianggap biasa.

Dansa sebagai budaya sehat dan berkelas

Pada mulanya dansa bagi masyarakat lokal dianggap melanggar pakem. Sebab dalam budaya dan norma Indonesia yang relijius, adalah sesuatu hal yang dianggap tabu bila lelaki dan perempuan saling bergandengan tangan di depan umum, apalagi sampai berpelukan hingga meliuk-liuk dibuai musik. 

Namun seiring waktu bercokolnya penjajahan di bumi nusantara, dansa dianggao sebagai hal wajar dan biasa-biasa saja. Meski harus diakui bahwa penjajah kulit putih selain menanamkan cakar imperialisme, juga membawa dan menularkan budayanya, termasuk dansa. Hingga kemudian membudaya pada rakyat jajahannya sebagai sebuah kebiasaan.

Saat kebiasaan telah mendarah daging, maka akan kian greget ketika dipertandingkan. Seiring perjalanan waktu, mulailah diadakan kompetensi dansa sebagai bentuk kecerdikan mereka untuk menanamkan budayanya. Tentu saja mereka lebih cerdik serta lebih maju pemikirannya, berbeda dengan rakyat yang pernah terjajah, selalu ketinggalan seribu langkah ke belakang. Sehingga tidak mengherankan bila kemudian dansa menjadi sebuah ajang perlombaan dunia yang bergengsi dengan beragam penghargaan dan seribu kebanggaan saat mempertontonkannya.

Sebagai budaya yang dibawa penjajah, tentu saja dianggap sempurna. Bangsa barat dianggap lebih modern, lebih hebat, lebih beradab, polesan terhadap dansa membawanya menjadi sesuatu yang bergengsi dan mahal. Sehingga menjadi satu kebanggaan tersendiri saat melakukannya, apalagi bila memenangkan kontesnya.

Dansa telah lama menjadi sebuah kebiasaan baru yang ditularkan bangsa barat hinga menjadi sesuatu yang dianggap berkelas. Hingga kemudian dimasukkan dalam ranah kompetisi sport karena kelincahan gerakannya yang dianggap sehat. Lalu dansa yang pada awalnya dipandang sebagai sesuatu yang tak patut berubah menjadi patut. 

Penularan budaya barat lainnya

Selain dansa, ada juga hal lain yang dibawa penjajah, ditularkan kepada bangsa terjajah, hingga kemudian menjadi kebiasaan, yakni judi, baik melalui kartu bridge atau pun domino. Namun seiring waktu menjadi sebuah kompetisi olahraga, bridge misalnya. Tetapi tentu saja dengan tanpa embel embel taruhan uang yang seperti kita lihat di kasino, ataupun judi-judi ala kampung pinggiran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun