Spekulasi politik dibalik peleburan?
Beralih pada kisruhnya permasalahan Penyidik dan Pegawai KPK yang beralih menjadi aparatur sipil negara (ASN), kata-kata peralihan ternyata hanya sebuah kiasan tak berarti, sebab toh pegawai yang tak lolos tes TWK, yang kabarnya hanya sebagai persyaratan peralihan toh ujung-ujungnya dipecat. Meskipun kemudian Polri siap mengambil alih dengan menampung pegawai dan penyidik KPK pecatan, namun munculnya polemik yang berlarut-larut sangat melukai nurani masyarakat pecinta keadilan.
Setelah permasalahan Penyidik dan Pegawai pecatan KPK telah usai, kini muncul permasalahan baru dengan kabar mengejutkan meleburnya puluhan lembaga ke BRIN. Trauma publik terhadap kasus TWK KPK menciptakan bayangan keraguan, mungkinkah BRIN mampu mengatasi nasib para pegawai dan peneliti dari beragam lembaga itu, sebab ratusan ilmuwan akan kehilangan pekerjaan karena terhalang status non-PNS.
Kini, di saat masyarakat sedang dalam tahap penantian, yang terdengar santer justru berita kebingungannya para ilmuwan mencari tempat perlindungan yang mampu memberi kejelasan nasib dan masa depan. Sama persis seperti para penyidik dan pegawai pecatan KPK yang mengadukan nasibnya ke Komnas HAM, demikian juga yang terjadi dengan perwakilan Paguyuban PPNPN BPPT beberapa waktu berselang.
Permasalahan meleburnya puluhan lembaga ke dalam BRIN bukan tanpa alasan, sebab sejak Jokowi menerbitkan Perpres Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN, yang mengatur dan merinci berbagai aspek soal BRIN, termasuk peleburan berbagai lembaga riset sebagai amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) alias Omnibus Law, dengan Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah, telah menimbulkan spekulasi adanya intrik politik di dalamnya.
BRIN sebagai badan tunggal yang menaungi seluruh kegiatan penelitian di Tanah Air, bukan koordinator lembaga-lembaga penelitian, yang menjadi alasan mengapa seluruh lembaga-lembaga penelitian dipaksa melebur ke BRIN secara struktural.
Perpres 78/2021 mulai dijalankan pemerintah di akhir tahun 2021, diantaranya adalah meleburkan LBM Eijkman menjadi unit di bawah BRIN, dengan nama Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman. Sehingga Tim Waspada Covid-19 (Wascove) bentukan Eijkman pun diambil alih Kedeputian Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN.
Pengesahan BRIN, diangkatnya Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah, hingga kemudian dilanjutkan dengan meleburnya puluhan lembaga keilmuan dan penelitian tentu saja memunculkan berbagai spekulasi politik.Â
Tercatat 39 lembaga penelitian yang dipaksa melebur ke BRIN, di antaranya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), serta Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan BPPT sendiri.
Bukan masalah besar apabila peleburan ini tidak mendatangkan persoalan, namun jika awalnya saja sudah menimbulkan gesekan dan tanda tanya, maka bisa ditebak trauma publik akan menggiring masyarakat kian antipati dan meragukan semua langkah pemerintah dalam mengelola negara, terutama lembaga keilmuan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H