Memutuskan mengangkat kaki dari situasi ketenggelaman sebab deras dan dalamnya air tak menutup kemungkinan akan menenggelamkan kejernihan berpikir
Sempat ikut tenggelam dalam hiruk pikuk hebohnya pemberitaan tentang Puan Maharani dan Ganjar Pranowo, kini saya memutuskan mengangkat kaki dari situasi ketenggelaman itu, sebab deras dan dalamnya air, sangat mungkin akan menenggelamkan kejernihan berpikir seseorang.
Setelah berhasil membebaskan diri dari ketenggalaman, justru malah saya memilih terbang bebas dalam pemikiran, bahwa perseteruan ini adalah keadaan yang dibuat-buat, dan sengaja diciptakan dengan beberapa tujuan:
- Mendongkrak popularitas partai agar makin mudah diingat masyarakat
- Mendongkrak popularitas seseorang agar terangkat ke atas sebab hampir ditinggalkan oleh kepopuleran seseorang lainnya
- Mendongkrak popularitas seseorang yang sudah populer, agar makin mendapat simpati masyarakat demi makin mengibarkan nama partai
- Mendongkrak popularitas  dua-duanya, termasuk partai, agar makin menjulang tinggi terkerek ke atas dan menempati hati masyarakat
Bukan rahasia lagi bila sebagian besar masyarakat kita adalah tipe lapar mata, apa yang dilihatnya itulah yang akan terus diingat di memori otaknya. Sehingga tidak mengherankan apabila wajah-wajah  yang sering diliput oleh media massa, sering ada di televisi, itulah yang menempel kuat di memori otak masyarakat kita, hingga sangat familiar di matanya, akibatnya  merupakan suatu kebanggan tersendiri bila pilihan yang dipilih berdasar hapalan mata tiba-tiba menang telak.
Sehingga tidak mengherankan, ketika para artis atau pun aktor, yang sebetulnya kurang mafhum politik , namun berhasil menduduiki kursi wakil rakyat karena menang suara, sebab masyarakat yang lapar mata sudah familiar dengan wajah itu, saat tiba ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) tidak perlu lelah berpikir ataupun mencari informasi pribadinya.
Demo kekecewaan tak berujung
Sayangnya setelah pilihan lapar mata telah menang telak, mendadak tercipta kasta yang berbeda jauh antara pemilih dan yang pilih, bagaikan langit dengan bumi, belum lagi jika yang dipilih ternyata tidak kompeten menyuarakan aspirasi si pemilih, mulailah timbul rasa kecewa yang berkepanjangan, hingga memunculkan demo-demo kekecewaan tak berujung  di pinggir jalan.
Yang pasti, saya tidak ingin terjebak dalam suasana carut-marut lapar mata, menjatuhkan pilihan hanya karena merasa familiar, menginginkan, dan bukan memerlukan. Sama seperti saat pergi ke supermarket, membeli barang-barang berdasar lapar mata, dan bukan kebutuhan, sungguh pastinya akan mubadzir, hingga sia-sia terbuang.
Demi menghindari kemubadziran, kini saya sedang duduk manis, mengamati perkembangan berita di media massa, memilah dan memilih berita yang benar-benar real, bukan hoaks, Â serta menyuguhkan kejujuran, bukan kepura-puraan.
Dus, Saya duduk manis sambil mereguk secangkir coklat susu panas yang benar-benar nyata, Anda juga?