Mohon tunggu...
Faliq Ayken
Faliq Ayken Mohon Tunggu... lainnya -

A big fan of Manchester United, amateur reader-writer, blogger, fiksiminier, meatball addict, and mellophone-trumpet player.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Penghayatan Lagu

24 Desember 2013   02:38 Diperbarui: 4 April 2017   17:38 3869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

"Setiap hari kita seharusnya mendengarkan setidaknya satu lagu, membaca satu puisi yang baik, melihat satu gambar yang indah, dan, jika mungkin, berbicara kata-kata yang masuk akal saja." -Johann Wolfgang von Goethe

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbaru, kata Penghayatan diartikan sebagai pengalaman batin. Dalam contoh kata penghayatan, tertulis: "Inti dari seni adalah penghayatan penciptanya". Sedangkan definisi Lagu pada kamus yang sama, terdapat beberapa pengertian: pertama, ragam suara yang berirama (dalam bercakap, bernyanyi, membaca, dan sebagainya); kedua, nyanyian; dan ketiga, ragam nyanyi (musik, gamelan, dan sebagainya). (Lihat, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi Keempat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008).

Pada definisi yang lain, saya (bisa) menambahkan bahwa penghayatan adalah penghidupan, menghidupi, dan menghidupkan. Asal kata dari kata bahasa Arab, hayat. Atau bisa juga diartikan sebagai jiwa dari sajian seni vokal.

Secara akal sederhana, jika melihat definisi yang telah dipaparkan di atas, penghayatan lagu adalah pengalaman batin pada lagu; menghidupi lagu; atau merasakan si pencipta lagu, apa yang diinginkan dari hasil ciptaannya. Pertanyaannya adalah dengan cara apa bisa menghidupi lagu? Apakah cukup dengan menghafal, lalu kita bisa menyanyikan lagu itu secara lantang? Atau berkunjung ke kediaman pencipta lagu, dengan harapan hanya untuk mendapatkan penghayatan lagu? Pertanyaan-pertanyaan ini --kurang lebihnya -- akan saya bincangkan pada tulisan sederhana ini.

Penghayatan lagu mengandaikan pada penyanyi yang menguasai teknik vokal: mulai dari pitch, dinamika, phrasering, artikulasi, intonasi, dan lainnya. Atau mengandaikan pada (penyanyi) pemusik yang menguasai notasi balok, perkuncian, birama dan ritmis, tangga nada, interval, dan lainnya. Atau juga, penghayatan lagu mengandaikan pada seorang conductor yang menguasai aba-aba yang disesuaikan, kategori lagu paduan suara, bentuk paduan suara, dan perbendaharaan lagu. Ketiga pengandaian ini, sebenarnya adalah keniscayaan untuk seseorang yang ingin menghayati lagu, merasakan lagu itu ke dalam jiwa. Penghayatan dalam lagu, pasti akan bertemu dengan teknik vokal, teori musik, dan conducting (konteks paduan suara). Ketiga tersebut terakhir adalah konsep ideal sebelum kita menghayati lagu.

Setelah itu, dalam menghayati lagu kita akan bertemu dengan interpretasi dan ekspresi. Sebelum mengekspresikan lagu, tentunya akan lebih nikmat ketika kita sudah menginterpretasikan atau menafsirkan apa makna yang terkandung dalam lagu itu.

Interpretasi

Dalam term filsafat, interpretasi bisa dikatakan sama dengan hermeneutika. Definisi interpretasi adalah tafsiran atau penafsiran. Definisi dalam hermeneutika adalah penafsiran, ilmu tafsir. Saya sebagai penulis, lebih senang menggunakan istilah ini dengan hermeneutika. Hermeneutika berarti ilmu penafsiran yang bertujuan menjelaskan teks mulai dari ciri-cirinya, baik objektif (arti kata-kata dan viariasi-variasi historisnya), maupun subjektif dari maksud si pengarang.

Hermeneutika adalah teori interpretasi. Proses interpretasi adalah proses memahami. Menurut Emilio Betti, proses interpretasi diperuntukkan bagi pemecahan problem epistemologis memahami. Interpretasi, berdasarkan tugasnya, adalah membawa sesuatu kepada pemahaman. Untuk memahami kesatuan proses interpretasi, kita perlu menunjuk fenomena dasar pemahaman seperti teraktualisasikan melalui media bahasa. Dalam hal ini adalah bahasa lagu.

Menurut Jurgen Habermas, filsuf kenamaan Jerman, seni memahami adalah makna bahasa alamiah. Ia merupakan alat yang cukup dalam mengurai makna dari kompleksitas simbolis apapun, meski pada awalnya tidak kenal dan tidak dapat diraih. Inilah yang membuat kita mampu menerjemahkan bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Kita menjadi mampu membuat objektivasi-objektivasi atas epos paling terpencil, atau peradaban terjauh sekalipun, yaitu dengan menghubungkan mereka kepada konteks yang kita kenal. Sebuah bentuk pra-pemahaman mengenai dunia kita sendiri. (Lihat, Josep Bleicher, Hermeneutika Kontemporer: Hermeneutika sebagai Metode, Filsafat, dan Kritik).

Penjelasan dari Emilio Betti dan Jurgen Habermas di atas, jika dikaitkan dengan teks pada lagu, maka bagaimana menghasilkan pemahaman yang ada dalam teks-teks lagu itu. Memahami lagu tidak mengenal tembok pembatas antara pencipta dan penafsir lagu. Contoh lagu Indonesia Raya W.R. Supratman, kita tidak harus kenal secara langsung dengannya. Bayangkan kalau sampai diharuskan untuk kenal secara langsung dengannya, kita harus ketuk pintu kuburannya terlebih dahulu untuk menanyakan apa maksud dan tujuan ia menulis lagu itu, misalnya. Yang merasakan kenikmatan, tentu orang-orang yang sejaman dengannya, karena bisa menanyakan secara langsung. Kalau orang-orang seperti saya yang berbeda ratusan tahun dengannya, jika diharuskan seperti itu, tentu akan menyulitkan proses memahami teks lagu yang ia ciptakan dan sudah pasti sulit untuk mengekspresikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun