Alam Mitsal (alam malakut) adalah alam yang berada antara alam makna/spiritual (alam jabarut) dan alam dunia atau alam jasmani (alam muluk). Alam muluk adalah alam dunia yang sedang kita lalui saat ini sedangkan alam jabarut adalah alam ketuhanan dan alam yang ketiga adalah alam yang akan kita bahas saat ini.
Karakter utama dari alam mitsal adalah bahwa di alam ini yang murni spiritual dimaterikan, sedangkan yang materi dispiritualkan, alam ini adalah alam perantara antara alam jasmani dan rohani yang mana mahluk jasmani seperti manusia tidak mungkin bisa berkomunikasi dengan mahluk spiritual seperti malaikat atau jin. Di alam mitsal jiwa-jiwa manusia yang sucilah yang diijinkan untuk bisa masuk, sedangkan jiwa yang masih kotor dengan dunia atau terbelenggu oleh ikatan-ikatan dunia tidak akan diijinkan masuk. Dan ini bisa dicapai ketika manusia berhasil melakukan pembersihan diri (tazkiyat al-nafs) yang pada intinya adalah penspiritualan manusia, karena alam mitsal adalah untuk jiwa yang telah dispiritualkan atau dibersihkan dari debu dunia, dan bukan untuk jiwa yang kotor, lebih-lebih bukan untuk jasad manusia. Tidak bisa entitas jasmani masuk ke dalam alam misal. Walaupun ada juga yang menempuhnya dengan jalan menyimpang mereka tertipu (terkena talbis syaithan) dan makin tersesat di dalamnya yang pada akhirnya mengaku-ngaku Waliyullah, nabi, rosul bahkan mengaku Tuhan (Na'udzubillahi min dzalik)
Dikisahkan oleh Ibn ‘Arabi bahwa orang-orang yang telah berhasil memasuki alam mitsal, mereka akan disambut di sebuah gerbang oleh mahkluk yang telah ditugaskan oleh Allah untuk melayaninya. Mereka mempersembahkan dan menganugerahi mereka dengan jubah kebesaran sesuai dengan tingkat kesucian mereka. Lalu ia mengajak mereka untuk berjalan-jalan dan berkeliling di sana. Yang menakjubkan adalah bahwa ternyata mereka bisa melakukan dialog bukan hanya dengan jenis manusia tetapi dengan batu-batuan, kayu, hewan, dan sebagainya. Demikian juga mereka bisa berkomunikasi dengan sesama manusia yang berbeda-beda bahasanya.
Dengan apakah mereka melakukan dialog seperti itu? Dialog seperti itu tentu tidak dilakukan dengan lisan lahiriah tetapi dengan "lisan" batiniah. Kita juga tidak melihat mahkluk-mahkluk itu dengan mata lahiriah kita tetapi dengan mata batin kita. Sesungguhnya sebagian besar kita juga telah mengalami, dalam tingkatnya yang rendah, berdialog atau melakukan persepsi/pengindraan batin ini. Dalam mimpi ketika mata lahiriah kita tertutup rapat, kita toh bisa melihat obyek-obyek yang muncul dalam mimipi kita. Dengan mata manakah kita bisa melihat obyek-obyek tersebut ketika mata kepala kita tertutup rapat ? Tentu dengan mata batiniah. Bahkan dalam mimpi selain bisa melihat orang-orang yang masih hidup kita bisa melihat orang-orang yang sudah meninggal. Dengan mereka bukan saja kita bisa saling pandang tetapi juga bisa mengadakan dialog. Bagaimana kita bisa melakukan dialog dengan mereka ketika mulut kita terkatup? Tentu bukan dengan lisan yang sehari-hari kita gunakan. Bukankah Allah juga menunjukkan dalam salah satu ayatnya bahwa pada hari kebangkitan bukan lisan kita yang berbicara, tetapi tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh kita yang lainnya. Ini adalah isyarat bahwa ada selain lisan yang bisa kita gunakan untuk berkomunikasi pada tataran dunia yang lebih tinggi.
Alam mitsal ini, menurut para ahli (ahli sufi, Mursyid Thariqah), terbagi menjadi dua. Bagian atas lebih mencerminkan dunia spiritual yang disimbolkan dengan istilah "jabal qa" sedangkan bagian bawah lebih mencerminkan dunia material/jasmani yang disimbolkan dengan istilah "jabal sha". Bagian atas alam mitsal ini merupakan tempat bagi mahkluk-mahkluk spiritual, seperti malaikat, untuk memanifestasikan dirinya kepada orang-orang yang berkenan masuk ke alam ini, sedangkan bagian bawahnya tempat bermanifestasinya mahkluk-mahkluk lainnya, seperti jin, barangkali tuyul, dedemit, gondoruwo dan sebagainya, dengan mana orang-orang tertentu bisa mengadakan komunikasi atau dialog.
Dari apa yang telah dijabarkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa di alam mitsal kita berdialog bukan dengan indra lahir tetapi indra batin, karena memang kita, menurut para pemikir muslim, memiliki bukan hanya panca indera lahir tetapi juga panca indera batin, yang masing-masing bisa mempunyai pengalaman yang unik. Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H