Di daerah-daerah konflik maupun bukan daerah konfolik di Indonesia saat ini banyak sekali mengalami masalah dalam pemilukadanya. Mulai dari aksi penembakan di Aceh, perusakan fasilitas pemerintah di kota waringin barat, pembakaran rumah dinas gubernur papua barat dan masih banyak lagi konflik yang terjadi. Tak jarang pula para pendukung yang fanatik rela mengorbankan nyawa untuk sang pemimpin seperti di papua 1 agustus 2011 hingga menewaskan 17 orang (sumber)Â .
Dikutip dari situs kompas.com  (sabtu 21/1/2012)  "Pilkada di Indonesia dalam dua tahun terakhir, sejak 2009, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota seluruhnya 440. Dari gelar Pilkada itu terdapat 392 sengketa," ujar Mahfud ketua mahkamah konstitusi (MK). Selanjutnya dari 392 sengketa Pilkada tersebut, menurut dia, hanya 45 perkara atau sekitar 9 persen yang bisa diproses MK. Selebihnya bukan masuk ranah MK untuk menyidangkan perkara itu.
Sering di beritakan dalam media massa akhir ini bahwa, banyak calon pemimpin yang tak siap untuk kalah. Mengapa hal tersebut sampai bisa terjadi?
Bisa saja salah satu penyebabnya adalah lemahnya pengawasan pemilukada yang ada seperti yang terjadi di Banten (Sumber). Tak hanya itu bisa saja penyebat utama para calon pemimpin tak bisa menerima kekalahan adalah karena  money politic. Karena calon pemimpin terlalu optimis membuatnya menggelontorkan uang banyak agar bisa menjadi pemimpin.  Tentu saja dengan kejadian tersebut wajah demokrasi di negri ini masih dinilai belum menuai hasil yang positif.  Potret demokrasi yang kurang sehat ini membuat kita semakin yakin bahwa demokrasi di negri ini seakan hanyalah mimpi. Masyarakat yang semakin arogan menghadapi situasi dilingkungannya membuat kekhawatirah akan perpecahan negri ini. Plolisi terkadang menjadi serba salah, ada yang menilai bahwa saat polisi membubarkan aksi arogan masyarakat terlalu berlebihan dan adapula yang menilai tindakan polisi masih lah wajar mangingat kondisi yang sedang terjadi.
Tetapi yang selalu menjadi korban adalah "RAKYAT". Rakyat selalu di iming-imingi masa depan yang baik, selalu di beri janji sehingga masyarakat siap untuk mati akan hal tersebut. Rakya selalu dikambing hitamkan dalam setiap perang dingin antara para pemimpin. Lain pemimpin lain kepentingannya, itulah yang membuat rakyat semakin terkotak-kotak, yang pada akhirnya menjadi akar sebuah konflik yang berkepanjangan.
Tak ada calon pemimpin yang mau mengajarkan tentang arti dari sebuah demokrasi yang sebenarnya kepada rakyatnya. Bahkan mungkin calon pemimpin tersebut lah yang juga tidak tahu tentang cara berdemokrasi yang sebenarnya. Apalah arti demokrasi dinegri ini bila tak di nikmati, apalah artinya berpendapat bila tak didengar, apalah artinya berteriak bila mereka masih memalingkan muka, apalah artinya janji jika masih tetap menderita. Negri ini kunamakan "Demokrasi Republik Mimpi". Dimanakah mereka sembunyikan "HATINURANI DEMOKRASI" saat ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H