Mohon tunggu...
Faldy Rizky Susanto
Faldy Rizky Susanto Mohon Tunggu... Freelancer - Penambang Harapan

Mantan Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Periode 2014-2016)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Anomali Intruksi Presiden dalam Penanganan Wabah Corona di Indonesia

22 Maret 2020   01:18 Diperbarui: 22 Maret 2020   04:25 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Adagium yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi saat ini ialah Solus Populi Suprema Lex; bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi" 

Akselerasi suspect virus corona (Covid-19) di Indonesia pun terus mengalami peningkatan hingga 450 Jiwa (per 21 Maret 2020). Presiden pun telah meningkatkan status wabah corona sebagai bencana nasional.

Hal demikian bukan tanpa dasar, setelah sebelumnya World Health Organization (WHO) mengumumkan Covid-19 sebagai pandemi global, yang juga disertai dengan imbauan kepada pemerintah Indonesia agar mengumumkan sebagai kondisi darurat nasional.

Presiden Jokowi telah menginstruksikan kepada kepala daerah untuk menentukan status bencana masing-masing di daerahnya. Bahkan, dalam kondisi yang lebih optimis, Presiden kemudian "menganjurkan/mengimbau" agar masyarakat melangsungkan kegiatan, belajar, bekerja, dan beribadah dari rumah masing-masing. Kondisi demikian, hemat Presiden, belum memaksa pemerintah untuk melakukan lockdown baik di tingkat lokal maupun nasional.

Bahkan dalam narasi yang afirmatif, ia mengatakan belum ada pikiran sedikit pun untuk melakukan lockdown. Kendati telah memberikan anjuran dan berbagai instruksi ke berbagai pihak, tampaknya ultimatum demikian hanya sebatas anomali, sebab tujuan utama dari adanya imbauan dan ultimatum tersebut adalah menghilangkan potensi kontak fisik antar masyarakat dan berbagai aktivitas kegiatan perkumpulan, yang dinilai merupakan celah utama penularan wabah Covid-19. 

Sebagaimana adagium hukum "Solus Populi Suprema Lex" yang bermakna keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi Presiden sebagai pemegang lokomotif tertinggi diharapkan lebih serius dalam mereduksi potensi penularan virus.

Tidak sampai di situ, upaya untuk berkonsolidasi kepada kepala daerah pun dinilai tidak harmonis, sebab terdapat berbagai kebijakan yang relatif berbeda akibat dissenting opinion dalam memandang ultimatum Presiden yang memberikan kepada kepala daerah untuk menentukan situasi daerahnya masing-masing.

Akibatnya, Presiden kemudian kembali mengingatkan kepada kepala daerah pada status quo (hukum norma) dengan mengklasifikasikan berbagai kewenangan absolut, konkuren, dan kewenangan umum.

Berbagai anomali tersebut dikarenakan produk yang dikeluarkan oleh Presiden hanya sebatas imbauan dan anjuran, bukan kehendak hukum yang dibalut formal-legis dalam menghadapi hukum darurat (abnormale rechtsvorming), sehingga relatif tidak memiliki daya ikat dan daya paksa dalam keberlangsungannya.

Lebih lanjut, kebijakan tersebut dipandang sebagai perintah tampa konsekuensi atau secara teknis hanya ultimatum yang setengah-setengah.

Berbeda tatkala Presiden dalam beberapa keadaan genting yang memaksa mengeluarkan produk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagai the necessary evil atau sesuatu yang semestinya dijauhi, tetapi terpaksa ditempuh sebagai upaya membentuk hukum yang tidak semestinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun