Kita tutup artikel opini ini dengan sebuah puisi berjudul "Secangkir Bumi dalam Hangat" memakai metafora kopi untuk menggambarkan keadaan bumi yang terus memanas serta meresahkan. Puisi yang mengilustrasikan bagaimana bumi memanas yang terus sehingga menjadi membara. Hutan hijau yang berganti jadi abu serta bara melambangkan deforestasi serta kehancuran alam yang terjalin secara selalu. Keringat bumi yang mengucur serta panas yang tidak kunjung surut menggambarkan dampak dari pergantian suhu yang terus terasa, semacam kenaikan temperatur serta cuaca yang ekstrem. Terdapat kerinduan dimana bumi masih hijau serta fresh. Kenangan daun- daun hijau yang tinggal cerita menampilkan nostalgia serta penyesalan atas hilangnya keelokan alam. Walaupun suasana bumi terus menjadi memanas serta meresahkan, tiap tegukan kopi pagi serta malam membawa kehangatan dan harapan. Ada doa serta mimpi membuat pagi yang lebih sejuk serta bumi yang kembali hijau. Intinya, puisi ini merupakan panggilan bagi kita untuk menghiraukan keadaan bumi serta lingkungan, dan harapan adanya perubaham kesegaran dan kehijauan. Ya sebuah refleksi yang mendalam tentang ikatan kita dengan alam.
Secangkir Bumi dalam Hangat
Oleh : Falah Yu
Di masing- masing tegukan kopi pagi, hangat menyelimuti
Bumi meringik, sebab panas terus membara
Keringatnya mengucur, bagaikan uap dari cawan hitam
Meneteskan rasa getir yang tidak sempat hilang
Hutan rimbun berganti, jadi abu serta bara
Merindu hijau dedaunan, yang saat ini tinggal cerita
Â
Secangkir kopi malam, mengiringi malam yang gelisah