"Apa maksudmu, Dinda?" tanya Sriwasa dengan suara lirih.
"Aku ingin lepas dari penderitaan ini, Kanda. Aku bisa menerima bau yang melekat pada dirimu, aku mencintaimu sejak kecil tapi aku tidak bisa menerima dirimu yang tidak bisa melupakan masa lalumu," jawab Raden Ayu Kenanga, suaranya terdengar nyaris seperti tangisan. "Jika begini, lebih baik aku menghilang darimu."
Pangeran Sriwasa terdiam, tubuhnya gemetar. Kata-kata Raden Ayu Kenanga menghantam hatinya seperti palu godam, membuatnya tersadar bahwa perbuatannya di masa lalu telah menghancurkan lebih dari sekadar dirinya sendiri ia telah menghancurkan hidup wanita yang mencintainya sejak kecil, wanita yang tulus menerima ia yang terkutuk.
"Dinda Kenanga, kumohon... jangan katakan itu," suara Pangeran Sriwasa terdengar serak, penuh ketakutan. "Aku tak ingin kehilangamu... meski kutukan ini tetap ada, aku tak ingin kau meninggalkanku."
Raden Ayu Kenanga tersenyum getir, lalu menggeleng pelan. "Jika memang begitu, Kanda, maka lepaskan aku dari hidupmu. Kau tak perlu mencari cinta yang menerima kutukanmu, karena tak ada cinta yang mampu bertahan hidup dalam kebusukan."
Ia lalu bangkit berdiri, meninggalkan Pangeran Sriwasa yang terpaku di tempatnya, menyesali nasibnya yang telah mematahkan cinta sejati Raden Ayu Kenanga, namun kini hanya berakhir dengan kesedihan dan keputusasaan. Raden Ayu Kenanga berdiri di tepi sungai yang terbesar di Nusantara, tiba-tiba tubuhnya limbung jatuh ke sungai, tenggelam dan menghilang dengan membawa kepedihan hidupnya, mungkin penderitaannya akan berakhir di dasar sungai dengan arus yang dingin. Â Ia tak pernah ditemukan lagi.
Sisa cinta dan airmata Raden Ayu Kenanga telah berubah menjadi legenda "Antu Banyu" atau "Hantu Banyu" yang menakutkan, mengingatkan setiap orang akan kisah tragis cinta dan kutukan yang tak pernah tertebus.
Penduduk di kerajaan itu mulai mendengar cerita tentang kemunculan sosok wanita misterius yang tampak di sungai pada senja hari, sosok dengan bau busuk dan amis yang sangat menyengat. Sosok itu diyakini adalah arwah Raden Ayu Kenanga yang berubah menjadi "Antu Banyu".
Orang-orang percaya, saat "Antu Banyu" muncul, siapa pun yang masih berada di pinggir sungai bisa terbawa arus dan tenggelam. Arwah itu diduga akan menyeret korbannya hingga ke dasar sungai, lalu mengisap sumsum tulang belakang mereka, meninggalkan tubuh dengan lubang menganga di bagian belakang. Mayat-mayat korban biasanya ditemukan mengambang dengan aroma amis dan bekas isapan sumsum yang sangat menyeramkan.
Hingga kini, rakyat masih mengingat kisah tragis Raden Ayu Kenanga yang berakhir menjadi makhluk gaib. Mereka percaya, kutukan yang diawali oleh keangkuhan Pangeran Sriwasa menjadi peringatan supaya tidak merendahkan perempuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H