Rio mengangguk mengerti. Ia tahu bahwa bu Rizki benar.
"Aku tahu kamu sedang mengalami masa-masa yang indah. Perasaan seperti ini sangat wajar dialami oleh anak remaja sepertimu. Tapi, Rio, fokuslah dulu pada pelajaranmu. Banyak hal yang bisa kamu capai di masa depan."
Bu Rizki berharap bahwa percakapan mereka dapat membantu Rio untuk move on dan fokus pada hal-hal yang lebih penting. Rio merasa sangat kecewa dan sedih. Ia merasa seluruh dunianya runtuh. Beberapa hari setelahnya, Rio menjadi murung dan malas belajar. Ia merasa sulit untuk berkonsentrasi di kelas. Teman-temannya yang memperhatikan perubahan sikap Rio mencoba menghiburnya, namun Rio tetap merasa sedih.
Suatu hari, saat sedang duduk di perpustakaan, Rio menemukan sebuah buku tentang cinta dan hubungan. Ia membaca buku itu dengan seksama, dan perlahan-lahan ia mulai memahami kesalahan yang telah ia lakukan. Rio menyadari bahwa perasaannya pada bu Rizki adalah hal yang wajar, namun ia telah melewati batas sebagai seorang peserta didik.
Rio juga menyadari bahwa bu Rizki adalah sosok yang sangat ia hormati dan kagumi. Ia tidak ingin merusak hubungan baik yang telah terjalin antara mereka. Dengan berat hati, Rio memutuskan untuk melupakan perasaannya pada bu Rizki dan fokus pada masa depannya.
Beberapa bulan kemudian, Rio sudah bisa menerima kenyataan. Ia kembali ceria dan aktif di sekolah. Rio bahkan mulai tertarik pada teman sekelasnya yang memiliki minat yang sama dengannya. Rio belajar bahwa cinta tidak selalu harus berakhir dengan hubungan romantis. Cinta juga bisa hadir dalam bentuk persahabatan, kekaguman, dan rasa hormat. Rio mulai belajar untuk mengendalikan perasaannya. Ia tetap mengagumi bu Rizki sebagai seorang guru, namun ia juga mulai membuka hatinya untuk orang lain. Rio menyadari bahwa masih banyak hal indah yang menanti di hadapannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H