Kunci kestabilan dalam pengaturan tata air dalam sebuah das adalah keterwakilan alokasi ruang untuk kawasan hutan. Dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 26 tahun 27 tentang Tata Ruang menyebutkan bahwa dalam sebuah das minimal memiliki keterwakilan kawasan hutan dengan luas 30 persen.
Luas kawasan hutan di DAS Ciliwung adalah 9.53 persen dari 38,225 hektar dan hanya tersebar di daerah tangkapan air hulu DAS Ciliwung. Temuan FWI pada tahun 2017 tersebut sebagai salah satu bukti bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup tidak mampu memenuhi target undang-undang yang mengharuskan luasan kawasan hutan minimal 30 persen. Artinya selama hampir 18 tahun pengelolaan das di Indonesia tidak cukup memerhatikan keterwakilan luasan kawasan hutan.
Hasil analisis Forest Watch Indonesia menerangkan bahwa terdapat 3 kawasan hutan di DAS Ciliwung. Hutan Produksi dengan fungsi produksi, hutan konservasi (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Cagar Alam Telaga Warna) dengan fungsi konservasi. Hutan Produksi berada dibawah pengelolaan Perum Perhutani sedangkan hutan konservasi berada dibawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Hutan merupakan isi pokok di dalam kawasan hutan. Kondisi hutan di daerah tangkapan air hulu DAS Ciliwung menggambarkan kinerja tiap-tiap kawasan hutan yang ada di dalamnya. Pada tahun 2016 kondisi tutupan hutan alam di DAS Ciliwung-Kawasan Puncak adalah 3,407 hektar. Bahkan temuan FWI pada tahun 2017 menyebutkan bahwa DAS CIliwung pada periode 2000 sampai 2016 kehilangan hutan seluas 66 kali Kebun Raya Bogor.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H