Puncak, Bogor merupakan kawasan penting yang memiliki peranan sebagai penyangga kehidupan. Secara geostrategic kawasan, Puncak merupakan daerah tangkapan air utama wilayah hulu DAS Ciliwung. Dan DAS Ciliwung merupakan satu-satunya DAS yang mengalir ke DKI Jakarta yang saat ini masih menyisakan hutan alam, di antara 6 das lainnya. Artinya tren kejadian banjir di hilir (Jakarta, Bogor, Depok) tidak secara langsung dipengaruhi oleh kondisi tangkapan (catchment area) di Puncak sebagai hulu das. Tangkapan yang optimal merupakan area yang masih diselimuti hutan alam (vegetasi).
Hasil analisis Forest Watch Indonesia (2011) menyatakan bahwa daerah tangkapan air hulu DAS Ciliwung menyisakan hutan alam 4,137 hektar pada tahun 2009 dan terus mengalami penyusutan hingga 3,407 hektar pada tahun 2016. Bahkan selama 3 masa kepresidenan Republik Indonesia (2000 – 2016) DAS CIliwung (hulu-hilir) terus mengalami kehilangan hutan setara dengan 66 kali luas Kebun Raya Bogor. Tidak adanya kebijakan yang secara lugas dan singkron berkomitmen untuk melindungi hutan alam tersisa.
Temuan Forest Watch Indonesia pada tahun 2017 menyatakan bahwa terdapat 2 kebijakan yang berpengaruh terhadap penataan ruang kawasan puncak sebagai daerah tangkapan air utama hulu DAS Ciliwung. Pertama Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur yang menyatakan bahwa Kawasan Puncak sebagai Hutan Lindung. Kedua Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 195 tahun 2003 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Jawa Barat yang menyatakan Kawasan Puncak sebagai Hutan Produksi.
Perbedaan pada status fungsi tersebut merupakan mendasar namun berdampak penting bagi keberlanjutan kondisi hutan alam tersisa dan kehidupan masyarakat di hulu hilir. Hutan Lindung memiliki fungsi lindung. Sedangkan Hutan Produksi memiliki fungsi produksi sehingga kedua fungsi tersebut bertolak belakang. Hasil temuan FWI pada tahun 2017 terdapat 1,712 hektar memiliki dua status fungsi. Kemana arah nasib Kawasan Puncak? Apakah hutan di puncak untuk diproduksi atau untuk dilindungi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H