Hari-hari yang berat sedang melanda banyak tempat baik lokal, nasional, juga global. Wabah yang banyak memakan korban juga membuat panik banyak orang itu, kini telah ada disekitar kita, sulawasi utara. Perbincangan dimana-mana hampir disetiap tempat, baik daring ataupun during. Saling waspada, hingga saling curiga, antar tetangga, kolega, juga kerabat. Bersin, demam, dan sakit yang lain. semula menjadi hal yang biasa, kini menjadi perhatian semua orang, dengan pandangan tidak biasa. Masker menjadi sangat langka dan nilai tukarnya dengan rupiah malaju naik dari harga biasanya.
Aktivitas kita sebagai orang-orang yang terpelajar mahasiswa dan siswa, terpaksa diliburkan untuk agenda tatap muka, dan digantikan dengan belajar online.
guna mengantisipasi dan menghambat penyebaran wabah itu katanya. Kita dianjurkan untuk jangan dulu bepergian keluar rumah dan jika bisa melakukan segala aktivas dengan menggunakan kekuatan kuota data hingga tidak perlu harus sampai keluar rumah.
Pilihan kebijakan yang ragu-ragu.
Saya mungkin adalah salah satu rakyat jelata yang melihat kebijakan libur kampus dan sekolah sebagai sesuatu yang sudah benar, namun terkesan formalitas untuk strategi pencegahan tidak benar-benar serius untuk persoalan melawan wabah Covid 19.
Di belahan dunia lain dalam upaya pencegahan dan perlawanan terhadap wabah berbahaya itu, tidak hanya sekadar instrumen pendidikan saja yang diberehentikan akses keseharianya dalam hal bertatap wajah melainkan, segala aktivitas publik juga sama dihentikan untuk beberapa saat.
Pada 23 Januari 2020, pemerintahan pusat Republik Rakyat Tiongkok misalnya, memberlakukan penutupan di Wuhan dan kota-kota lainnya di Hubei dalam upaya mengkarantina episantrum koronavirus (2019-nCoV) yang baru ditemukan untuk mencegah penularan. Ini adalah peristiwa penutupan kota besar berisi 11 juta orang dalam sejarah modern dan insiden tersebut umum disebut sebagai "Penutupan Wuhan".
Kemudian pada 2 Februari 2020, Wenzhou, Zhejiang, memberlakukan pembatasan 7 hari dimana setiap rumah hanya diijinkan satu orang yang meninggalkan rumah mereka dengan batas waktu 2 hari. 46 dari 54 jalan tol di Wnzhou juga ditutup, berdampak pada kota yang berisi 9 juta orang tersebut, dan menjadikannya semi-penutupan untuk pertama kalinya di luar Hubei. (Sumber: Wikipedia)
Belajar dari kota-kota besar diatas, Segala akses publik benar-benar dihentikan. Dengan semakin bertambah jumlah setiap harinya, sulawesi utara terlampau biasa menghadapi ini. Akses publik masih saja berlangsung, seolah tidak ada apa-apa.
Gerakan pulang kampung yang bisa menambah luas daerah yang terkena dampak.
Dengan beredarnya pemberitahuan bahwa aktivitas kelas perkuliahan dihentikan selama beberapa pekan kedepan dan diganti dengan kuliah online seiring dengan itu juga arus mahasiswa menyatakan diri pulang ke kampung halamanya masing-masing. Saya juga kurang habis pikir dengan pilihan-pilihan itu. Aktivitas tatap wajah dihentikan oleh karena ada wabah berbahaya yang sedang mengintai kita, bisa jadi sangat dekat dengan kita, baik teman sekelas, tetangga dikosan, dan jaringan pertemanan diluar kampus, bisa jadi sudah atau telah terkena Covid 19.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!