Mohon tunggu...
Akhmad Fakhrizal Nur
Akhmad Fakhrizal Nur Mohon Tunggu... Insinyur - ASN PHPI pada BKIPM Kementerian Kelautan dan Perikanan

- Aparatur Sipil Negara, Fungsional Pengendali Hama Penyakit Ikan Muda pada Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia - Inspektur Karantina Ikan - Inspektur Mutu Hasil Perikanan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Aspek Perlindungan Sumber Daya Ikan dalam Pengembangan Ekspor Komoditi Perikanan di Kalimantan Tengah

31 Desember 2019   23:34 Diperbarui: 31 Desember 2019   23:35 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kalimantan Tengah adalah salah satu provinsi yang terletak di pulau Kalimantan. Provinsi ini memiliki luas wilayah 157.983 km2, 13 kabupaten dan 1 kota. Potensi perikanan Kalimantan Tengah sangat besar khususnya perikanan air tawar. Hal ini dikarenakan luasnya wilayah perairan tawar seperti sungai, danau dan rawa. Potensi laut KalimantanTengah 94.500 km2 dengan panjang garis pantai 750 km memiliki berbagai jenis ikan seperti lobster (Panulirus sp.), rajungan (Portunus pelagicus), cumi (Loligo spp.) dan lainnya.Sedangkan perairan umum dengan luas + 2,29 juta Ha dengan potensi sumberdaya ikannya yang cukup besar pula seperti betutu (Oxyeleotris marmorata), botia (Botia macrachanta), seluang (Rasbora sp.).

Ada dua jenis ikan yang merupakan andalan ekspor di Kalimantan Tengah adalah betutu (Oxyeleotris marmorata) dengan nama dagang dikenal sebagai marble goby dan ikan botia (Botia macrachanta)  dengan nama dagang dikenal sebagai clown loach. Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan  Palangka Raya sebagai unit pelaksana teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan di Kalimantan Tengah memiliki tugas dan fungsi untuk melindungi sumber daya alam perikanan baik dalam hal kelestarian sumber daya alam maupun dalam melindungi dari tersebarnya hama dan penyakit ikan khususnya hama dan penyakit ikan karantina.

Aspek  perlindungan sumber daya alam dalam hal kelestarian sumberdaya antara lain dilakukan perlindungan terhadap ikan botia melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 21/Permen-KP/2014 tentang Larangan Pengeluaran Ikan Hias Anak Ikan Arwana, Benih Botia Hidup dan Ikan Botia Hidup dari Wilayah Negara Republik Indonesia ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia. Di dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa benih ikan botia dengan ukuran kurang dari 3,5 cm dan ikan botia hidup di atas 10 cm dilarang untuk di ekspor.  Larangan ini bertujuan untuk :

a. menjaga ketersediaan sumber daya ikan hias;
b. meningkatkan keanekaragaman sumber daya hayati;
c. meningkatkan nilai tambah perekonomian di dalam negeri;
d. menjaga kelestarian sehingga tidak merusak ekosistem dan lingkungan hidup; dan/atau
e. berdasarkan perjanjian internasional atau kesepakatan yang ditandatangani dan diratifikasi oleh Pemerintah. 

Aspek perlindungan dalam hal mencegah tersebarnya hama penyakit ikan adalah dengan melakukan identifikasi dan pemeriksaan terhadap ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) dan ikan botia (Botia macrachanta) terhadap penyakit ikan yang berpotensi untuk menyerang kedua ikan hias tersebut. Salah satu penyakit yang rentan terhadap ikan tersebut adalah penyakit Epizootic Ulcerative Syndrome (EUS) / Mycotic Granulomatosis (MG) / Red-spot disease (RSD) yang disebabkan oleh cendawan / jamur Aphanomyces invadans. Gejala klinis ikan yang terinfeksi berawal dari adanya bintik merah pada permukaan tubuh, hilang nafsu makan, warna tubuh gelap, berenang ke permukaan dan hiperaktif, bintik merah berkembang menjadi luka/borok yang berwarna merah cerah dan/atau merah kecoklatan. Untuk melakukan diagnosa terhadap penyakit EUS secara konvensional dengan menumbuhkan hypa pada media dapat memakan waktu 4 hari atau lebih. Metode PCR (Polimerase Chain Reaction) dapat mempercepat waktu diagnosa menjadi kurang dari 1 hari.

Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan  Palangka Raya dalam menjamin ikan yang bebas dari hama penyakit ikan untuk ekspor tidak hanya dilakukan melalui pemeriksaan ikan yang akan di kirim tetapi melakukan sertifikasi terhadap tempat usaha pembudidaya / pengumpul ikan melalui sertifikasi instalasi karantina ikan (IKI) dan sistem cara karantina ikan yang baik (CKIB). Melalui sistem ini dilakukan inspeksi paling tidak sekali dalam setahun dan surveilene terhadap penyakit ikan minimal sekali dalam satu bulan. Semoga dengan berbagai aturan dan usaha-usaha yang telah dilakukan perlindungan terhadap sumber daya ikan yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah dapat berjalan optimal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun