Mohon tunggu...
Fakhri Rizki Zaenudin
Fakhri Rizki Zaenudin Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hukum

Manusia merdeka.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pandemi dan Regulasi di Lingkaran Oligarki

6 Oktober 2020   17:58 Diperbarui: 6 Oktober 2020   18:20 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun 2020 merupakan tahun yang sangat berat bagi beberapa rakyat indonesia, hal ini dikarenakan ujian dan cobaan selalu datang silih berganti menghantam negeri ini, mulai di awal januari terjadinya banjir di DKI Jakarta yang menyebabkan banyak kerugian bagi masyarakat DKI Jakarta, Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta menyatakan banjir yang terjadi di Jakarta pada 1 Januari 2020 mengakibatkan kerugian ekonomi sekurangnya Rp 960 miliiar. ketika Indonesia sedang dilanda banjir dan saling menyalahkan, di wuhan sedang terjadinya penyebaran COVID-19 (Corona Virus Diseases 19) penyakit ini membuat satu kota wuhan menjadi kota mati karena banyak orang yang dikarantina, agar tidak menyebarnya virus ini. 

Namun karantina itu tidak menghentikan penyebaran virus ini, setiap negara berwaspada dengan menutup bandara-bandara sebagai langkah preventif agar virus ini tidak bisa masuk ke negaranya. Indonesia pada periode januari-februari tidak mengalami ancaman yang berarti oleh virus corona ini, hal ini menjadikan para pemimpin kita di pemerintahan menjaadi jumawa dan seolah-olah memperolok virus ini, hal ini menyebabkan berkurangnya kewaspadaan pemerintah dalam mengatasi virus ini, hingga pada tanggal 05 oktober 2020 virus ini telah menginfeksi 311 ribu rakyat indonesia dan menyebabkan 11 ribu diantaranya meninggal dunia.

Selain mengakibatkan negara ini kehilangan banyak warganya,dampak buruk lainnya indonesia mengalami krisis ekonomi dan terancam masuk ke jurang resesi, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaannya akibat dampak dari adanya pandemi ini. Keadaan yang mengerikan ini tidak sama sekali membuat DPR perduli, DPR malah mebahas undang-undang yang kurang bermanfaat dimasa saat ini, bahkan undang-undang tersebut terkesan membuat rakyat sengsara. salah satu undang-undang itu adalah Ominbus Law Cipta Kerja yang berisi tentang ketenagakerjaan dan  lingkungan hidup, yang dimana dalam pembahasannya mengandung berbagai macam polemik bagi masyarakat umum, khususnya para buruh. kekacauan yang terjadi saat ini berdasarkan pandangan penulis adalah karena tidak adanya Checks and Balances dalam lingkungan pemerintahan saat ini, padahal indonesia sendiri menganut sistem pemerintahan ala Montesquieu yang dikenal sebagai Separation Of Power atau pembagian kekuasaan.  

Montes membagi kekuasan menjadi tiga kekuasaan diantaranya kekuasaan Legislatif yang berperan sebagai pembuat undang-undang di Indonesia sendiri terdiri dari MPR,DPR dan DPD, Eksekutif sebagai pelaksana undang-undang yang terdiri dari pemerintah,dan yudikatif yang berperan sebagai pengawas dari undang-undang itu, seperti lembaga-lembaga kehakiman diantaranya Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung,Komisi Yudisial dan Lainnya.  Montes membagi kekuasaan ini bukan tanpa alasan, Montes berharap pembagian kekuasaan ini agar tidak adanya kesewenang wenangan yang dilakukan oleh salah satu lembaga kekuasaan ini, namun cita-cita Montesquieu ini tidak tercapai pada Indonesia saat ini, karena sistem pemerintahan indonesia saat ini hanya dikuasai oleh kelompok tertentu dalam kekuasaan eksekutif ataupun legislatif.

DPR sebagai lembaga yang berperan sebagai representasi masyarakat Indonesia dan berfungsi untuk mengawasi pemerintah dalam menjalankan tugasnya, malah seolah-olah diam saja ketika pemerintah menyepelekan Virus corona, DPR juga bungkam terhadap banyaknya kebijakan yang yang nyeleneh dari pemerintah, salah satunya ketika masih membuka akses bandara, ketika negara lain menutupnya. ketimbang membuat peraturan/regulasi untuk menangani pandemi, DPR dan pemerintah malah tetap saja membahas Omnibus Law  Cipta Kerja yang jelas-jelas ditolak oleh berbagai lapisan masyarakat, selain itu DPR diam saja ketika Pemerintah tetap menjalankan Pemilu disaat pandemi ini, padahal itu sangat-sangat berbahaya bagi keselamatan dan keamanan rakyat Indonesia,mengingat Indonesia saat menjadi jumlah negara yang banyak terjangkit virus corona ini. Adagium "Salus Populi Suprema Lex Esto" seolah-olah tidak dipahami oleh para pemerintah yang ada indonesia ini.

segala regulasi yang nyeleneh ini dikarenakan indonesia sedang berada di masa pemerintahan oligarki, ini ditandai dengan banyaknya partai yang berkolaisi didalam pemerintahan Jokowi ini, diantaranya Partai Golongan Karya yang ketuanya menjabat sebagai Menteri Perekonomian, selanjutnya ketua partai Gerakan Indonesia Raya yang menjadi Menteri Pertahanan, dan ketua umum Partai Persatuan Pembangunan yang menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangun. selain itu jumlah kursi di DPR yang termasuk kedalam Partai koalisi pemerintah terdiri dari PDIP sebanyak 128 kursi, Golkar 85 kursi, Gerindra 78 kursi, NasDem 59 kursi, PKB 58 kursi, dan PPP 19 kursi. Lalu, partai yang tidak bergabung dengan pemerintah terdiri dari Demokrat sebanyak 54 kursi, PKS 50 kursi, dan PAN 44 kursi.  ini yang menyebabkan terjadinya praktek oligarki yang sudah pasti merugikan rakyat karena setiap kebijakan hanya menguntungkan segolongan kelompok saja, bukan demi kepentingan rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun