Never stop learning, because life never stops teaching - Lin Pernille
(Jangan berhenti belajar, karena hidup tidak pernah berhenti mengajar)
Sepertinya saya merupakan satu dari jutaan guru yang mengalami dua era pendekatan pendidikan yang berbanding terbalik satu sama lainnya. Dahulu saat jadi siswa, pendekatan pendidikan lebih terkesan kaku, keras, monolog, teacher oriented, fokus pada hafalan, dan rata-rata hanya mengandalkan buku teks dan papan tulis kapur sebagai media pembelajaran. Di era itu saya menikmati masa menghafal nama-nama menteri, pasal-pasal undang-undang, atau makin keren kalau punya RPAL dan RPUL.Â
Di era yang sama saya menemukan pola-pola pengajaran yang humanis bagi siswa-siswa dengan angka pencapaian yang tinggi, namun tidak jarang lemparan kapur tulis sampai adegan memukul tangan pakai penggaris, menjadi pertunjukan rutin bagi siswa yang memiliki hasil belajar atau sikap yang sebaliknya.
Tentu itu menjadi masa-masa yang patut dikenang. Ingatan mendapat Silverqueen karena berhasil paling cepat membuat kalimat positif, negatif, dan interogarif spontan bikin senyum, tak kalah seru saat mengenang saat ditarik cambang karena ketahuan makan kuaci saat pembelajaran IPA. Hukuman-hukuman yang tidak mungkin diceritakan ke orang tua karena akan mendapat tambahan hukuman dan amarah dari mereka.
Pada era saat ini, saat menjadi guru, banyak perubahan yang terjadi secara signifikan karena kebutuhan dan perkembangan zaman. Pendekatan belajar dilakukan semakin student oriented, kolaboratif, seru dan menyenangkan karena banyak dilakukan secara simulasi dan rangsangan indera melalui kegiatan-kegiatan integratf dan berbagai media pembelajaran modern yang membuat pembelajaran semakin meaningful. SIswa belajar bukan lagi berpusat pada teks, tapi melalui konteks. Siswa tidak lagi banyak menghafal, tapi distimulus  dengan hararki kognitif Bloom untuk memiliki Highly Order Thinking Skill (HOTS).
Di era ini, guru harus berpikir dua kali untuk memberikan hukuman kepada siswa kalau tidak ingin berhadapan dengan bayang-bayang hukuman balik bagi guru. Hukuman harus berkamuflase menjadi risiko yang disepakati oleh semua pihak.
Tapi, di luar semua itu, baik guru maupun orang tua di era dulu dan sekarang tetap berharap anak-anak mereka memperoleh hasil belajar yang baik. Pendekatan apapun yang diimplementasikan, pencapaian akademik tidak terhindarkan untuk menjadi salah satu ukuran berhasil tidaknya penyerapan materi suatu pelajaran.
Akhirnya saya teringat sebuah majalah psikologi tahun 80-an yang entah apa judulnya dan dimana majalahnya sekarang, yang memberikan alur pengelolaan yang baik agar kita dapat memperoleh hasil belajar yang juga baik. Dalam buku iu disebutkan jika kita ingin memperoleh hasil belajar yang baik, cukup dengan menerapkan KISS ME dalam belajar kita.
KISS ME merupakan akronim dari penjelasan sebagai berikut:
K = Keinginan
Semua berawal dari niat. Innamal a'malu binniyyat. Untuk mengakselerasi pencapaian baik kita perlu memiliki dasar yang tulus dan lurus dari hati kita bahwa kita punya alasan yang tepat untuk belajar secara baik. Dengan niat yang tepat, kita akan memiliki tambahan motivasi untuk meningkatkan performa belajar kita.