Mohon tunggu...
Fakhri Mubarok
Fakhri Mubarok Mohon Tunggu... Guru - Guru

Dosen Sekolah Dasar di Kota Bogor yang bercita-cita menjadi guru. Sekedar berbagi kegemaran untuk kemajuan pendidikan di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Maaf Aku Memaafkanmu

23 April 2023   03:46 Diperbarui: 23 April 2023   03:49 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

It takes a strong person to say sorry, and an even stronger person to forgive - Anonim
(Perlu orang kuat untuk meminta maaf, tapi lebih kuat orang yang memaafkan)

Kata "maaf" dalam iklim hari raya menjadi penghias utama etalase beranda, penanda patok linimasa, atau pelengkap kata saat saling menyapa. Di hari yang sama, ratusan orang mendadak jadi pujangga, menjadikan maaf sebagai rangkaian cerita di hari bahagia penuh suka cita.

Salah satu hal menarik tentang kata "maaf" adalah bahwa kata ini memiliki ragam arti dan sarat makna yang berbeda-beda tergantung  konteks penggunaannya. Maaf dapat diucapkan sebagai permintaan tulus atas kesalahan perilaku kita, atau menjadi prolog awal saat berbicara dengan orang yang lebih tua serta yang memiliki status di atas kita.

Maaf memiliki kekuatan dalam mereka ulang suasana, memperbaiki hubungan antarmanusia, dan merekat jarak akibat selisih dan sengketa. Maaf mampu menjadi katalisator pemulih ragam nuansa, serta membangun kembali rasa percaya.

Tapi, maaf dapat menjelma dalam konotasi berbeda, yang tidak melulu beraroma surga, tapi bisa juga memiliki terjemahan sebaliknya. Kata maaf tidak jarang digunakan sebagai bentuk manipulasi rasa, atau pelarian dari tanggung jawab atas salah dan alfa. Maaf bisa saja menjadi unsur yang sengaja membuat murka saat tidak terucap dengan tulus jiwa.

Itu artinya, kita juga perlu memaafkan kata "maaf" yang tidak sempurna, dengan membawa nilai mulianya pada level yang sepantasnya. Jangan lacurkan maaf hanya sebagai ritual tahunan belaka, hindari pula melakonkan maaf dalam dalam karakter durjana.

Maaf adalah nomina, yang dapat dilekatkan pada sesuatu yang terindera atau konsep abstrak seperti cinta. Maaf memerlukan kelengkapan gramatika dalam pengucapannya.  Jawaban maaf bukan "iya" atau "sama-sama", melainkan disesuaikan dengan konteks kondisinya. Sehingga, maaf harus jelas subjek, obyek, atau kata ganti bendanya, agar jawabannya lebih memiliki makna alih-alih sebagai jawaban sekedarnya.

Maaf juga sedianya senantiasa meninggalkan sesal di dada, agar kesalahan yang sama tidak terjadi kembali di masa selanjutnya, baik salah pada sesama manusia, atau dosa pada Sangat Pencipta. Maaf dengan kesalahan yang sama akan menyisakan kecewa.

Mari kita jadikan maaf lebih tertata, dimulai dari mengakui secara jelas detail kesalahan kita, kemudian minta maaf dengan tulus jiwa, lalu sampaikan komitmen untuk perubahan perilaku kita. Jangan lupa, dengarkan respon secara seksama, dan relakan jika memaafkan membutuhkan waktu lebih lama, yang penting kita telah berusaha semampunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun