- Perpindahan kekuasaan pemerintah dari presiden Soeharto kepada wakil Presiden B.J Habibie pada 21 mei 1998 telah membawa perubahan --perubahan yang sangat berarti bagi kancah perpolitikan di Indonesia.Di tingkat pusat perubahan yang sangat mencolok di indoensia yakni beralihnya system yang bercorak otoriter yang diampu pada masa presiden soeharto selama kurang lebih hamper 30 tahun ke arah yang lebih demokratis.Â
- Secara paarsial kecenderungan itu Nampak adanya relasi pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang mana  awalnya menganut system sentralis menuju system terdesentralis, tak luput juga perbuhan-perubhan kerangka kelembagaan, seperti adanya system multiparta, pelaksaan pemilu yang demookratis, adanya  kebebasan pers, dan juga menjadikan birokrasi kepemrintahan yang professional bersikap netral ketika ada pemilihan umum.
- Sejak  rentuhnya rezim orde baru pada 1998, indonesia kembali mengalami perubahan system partai dalam perpolitikan di indonesia, yang sebelumnya hanya menganut dwi partai, kini pada pemilu 1999 -- sekarang, indoensia menganut system multipartai. Tercatat  pada September 2006 terdapat 27 partai baru yang terdaftar. Jumlah ini kemudian bertambah menjadi 100 partai pada awal 2008.  Memang semangat seperti itu sudah tertanam pada diri warga indoensai yang membentuk  sebagai bentuk dari sebuah Negara demokratis. Menurut Rober A. Dahl adalah adanya kebebasan didalam membentuk organisasi, termasuk  partai poltik.
- Sekiranya realitas munculnya semangat membentuk partai baru terdapat pertanyaaan yang serius yakni tentag arah system kepartaian yang kita anut.. memang sejak runtuhnya rezim soeharto kita lebih menganut system multi partai. Karena ini menggambarkan demokratisasi dan masyarakat majemuk di Indonesia. Namun jika dikaitkan dengan efektivitas  dan stabilitas pemerintahan,muncul pertanyaan sistem multi partai apakah yang hendak dibangun?
- Walaupun tidak disebutkan secara eksplisit, bias kita lihat bahwa sitem kepartaian yang dikehendaki adalah multipatai moderat. Didalam sistem ini tidak hanya jumlahnya yang terbatas melainkan juga ideology yang tidak terplorisasi secara tajam. Hal ini dengan diperkenalkanya konsep Electoral Therehold sejak pemilu 1999. Pada esensi nya electoral therehold ini ialah konsep batas minimal suatu partai untuk memperoleh kursi di parlemen.Â
- Namun menurut UU pemilu, konsep electoral therehold ini dimaksudkan untuk menentukan apakah suatu partai politik itu berhak mengikuti pemilu berikutnya.  Mengambil pembelajaran di pemilu 1955,1999,2004,2009. Bahwa konsep yang dirasa pas yakni sistem multipartai moderat, hanya secara kelembagaan sistem itu dibarengi dengan menerapkan kebijkan eltoral therehold secara lebih ketat dengancara batasan-batasan itu  bisa disebutkan atau dipaksakan secara formal didalam aturan pemilu. Mekanisme tersebut dimaksudkan untuk menciptakan sistem perwakilan dan sistem kepartaian yang stabil.Â
- Yang pada esenssinya sistem ini diyakini bisa membawa pemerintahan yang lebih stabil dan efektif. Wujud diterapkan sistem ini ialah partai-partai kecil yang mengakui suatu kelompok tertentu jika gagal memperoleh suara dalam batasan minimal yang telah diteapkan maka kader partai itu gagal memperoleh kursi di parlemen.
- Didalam thereshold ini apabila dari segi jumlah, ssitem kepartaian bisa dikatakan sistem kepartaian penuh misalnya lebih dari sepuluh partai tetapi dalam sistem kepartaian ril yang ada di pemerinta bias berbeda karena yang memproleh kursi di parlemen tidak ebesar partai yang ada. Dengan demikian, Negara-negara yang mengimplementasikan sistem Thersshold ini tela mendorong terwjudnya sistem multiprtai sederhana yang moderat. Namun kebijakan threshold yang diterapkan di Indonesia ini bermakna lain persentase minimal tidak bermakna pada  batasan terhadap partai-partai yang berhak memperoleh kursi di parlemen melainkan merujuk pada partai --partai yang berhak mengikuti pemilu berikutnya.
Melihat pemaknaan yang keliru dari para elite politik di indonesia ini, sistem thereshold yang awalnya bisa menjadi solusi alternatf dalam mengatasi persoalan perpolitikan ini berubah menjadi sistem yang rentan akan memperburuk suasana. Jika kita memang serius menggunakan threshold sebagai instruen untuk mebangun sistem kepartaian yang lebih sehat, kita harus juga memikirkan efektivitas penggunaanyaa. Kalau tidak gitu pemaknaan sistme threshold ini bisa hilang maknanya, untuk itu kita bisa kembali pada pemahaman tentang threshold yang sudah dipakai di Negara-negara lain dengan merubah pola pikiran kita untuk menjadikan sistem threshold ini bermakna yang sebenarnya dengan 2 cara  alterntif  diantaranya:
- Pertama, memahami dan mengimletasikan sistem threshold sebagimana terjadi di Negara-negara lain, yakni dengan memagaminya sebagai batas minimal perolehan suara suatu partai poltik untuk mempeorleh kursi di parlemn. Tidak ada angka baku pada prosentasi threshold karena pada praktinya masing-maisng Negara prosentasinya berbeda-beda terganutng kondisi Negara tersebut, sekiranya sistem threshold ini dipakai pada pemilu 2004 yang hana mengahislkan 7 partai yang memperoleh kursi diparlemen, implikaisnya upaya untuk membangun koalisi dan bahkan oposisi di dalam pemerintahan itu akan mudah dilakukan. Dengan demikian partai-partai yang tidak lolos di threshold ini bisa ikut pemilu di periode berikutnya dengan tidak menghilangkan corak demokrasi di Negara kita.
Kedua, memahami dan mengimplementasikan threshold seperti yang terjadi pada pemilu 1999 tetapi dengan mekanisme yang lebih ketat lagi, semisal  partai yang tidak lolos dalam threshold tidak bisa mengikuti pemilu 2x berturut-turut, dan juga bukan hanya partainya saja melainkan elite politik yang ada dalam kisaran ersebut jug tidak boleh ikut. Hal ini dinaytakan berdasarkan pemilu 1999 para eilte poltik yang tidak lolos threshold mengganti nama partai atau menambhkan satu huruf di partai tersebut.
Sebagai penutup Indonesia menjadi Negara yang masih berporses menjadi demokratis, untuk itu tidak terepas dengan munculnya partai baru makad ari itu untuk memuncukan sistem multipartai moderat dibtuhkan aturan threshold yang menag sengaja diperketas. Berdasarkan argument yang merujuk pada UU pemilu yang baru No 10 tahun 2008 bahwa didalm uu itu haya partai-partai yang mampu memperoleh suara 2,5 persen saja yang berhak memiiki hak kursi di DPR.Â
Dengan demikian diperkirakan hanya aka nada 10 partai yang mampu meraihnya, tetpai partai yang tidak lolos masih bisa mengikuti pemilu selanjutnya atau memiliki tempat di daerah karena aturan tersebut hanya berlaku di pusat saja. Â Jika scenario itu diimplemnaetasikan secara riil maka akan mucul sistem multipartai yang moderat, selain itu dikatakan moderat karena relasi ideoogis antara partai yang satu dengan partai yang lain tidak bercorak sentrifugal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H