Mohon tunggu...
Muhammad Fakhriansyah
Muhammad Fakhriansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta

Muhammad Fakhriansyah adalah mahasiswa semester akhir di program studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Jakarta. Sejak Februari 2021 menjadi kontributor tetap Tirto.ID. Tulisannya berfokus pada sejarah kesehatan Indonesia dan sejarah politik internasional. Penulis dapat dihubungi melalui: fakhriansyahmuhammad27@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Covid-19 dan Pentingnya Pemahaman Sejarah

22 Maret 2020   12:30 Diperbarui: 11 Juli 2020   12:04 1736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Virus corona atau COVID-19 terus menjadi perhatian masyarakat sejak awal tahun 2020. Hal ini disebabkan karena virus yang berasal dari Wuhan, Tiongkok, dengan cepat menyebar ke seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Menyebarnya virus tersebut membuat masyarakat global khawatir dan ketakutan bahwa virus tersebut akan menyerang dirinya kelak.

Akan tetapi, berbeda dengan masyarakat Indonesia, tidak sedikit masyarakat yang menyikapi virus ini dengan berkelakar. Bahkan tidak sedikit pula pejabat tinggi yang menganggap enteng dalam menanggapi merebaknya virus tersebut. Sikap tersebut mengundang pertanyaan dalam benak masyarakat, yakni sejauh mana langkah deteksi yang dilakukan pemerintah? dan Seberapa seriuskah pemerintah dalam menyikapi merebaknya wabah corona?.

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu semakin kompleks ketika langkah preventif yang dilakukan pemerintah dinilai tidak serius oleh masyarakat. Musababnya, ketika negara lain berupaya memperketat arus pendatang dari negara asing, khususnya yang terjangkit corona, Indonesia melakukan hal yang berbeda. 

Pemerintah justru menggelontorkan dana 72 M kepada influencer guna meredam dampak virus corona. Alasannya, virus corona menyebabkan lesunya ekonomi domestik khususnya sektor pariwisata. Selain itu pemerintah juga menurunkan harga tiket pesawat dan hotel agar sektor pariwisata tidak melemah. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah tersebut cukup membuat orang geram dan menggelengkan kepala, sebab langkah tersebut sangat berbahaya karena potensi masuknya virus corona akan semakin terbuka. Terlebih, sudah terdapat kabar bahwa corona sudah 'menghampiri' negara tetangga.

Memang tidak dapat dipungkiri kalkulasi ekonomi dan politiklah yang membuat gerak pemerintah lamban di tahap-tahap awal dan juga terkesan kurang transparan. Mungkin pemerintah hanya cemas untuk tidak memprioritaskan pertimbangan ekonomi dan politik. Lagi pula, ini merupakan pertanyaan tentang moralitas: ekonomi vs nyawa manusia. Keduanya mengandung dimensi kemanusiaan. 

Kekhawatiran masyarakat tersebut pecah ketika Presiden Joko Widodo mengumumkan  terdapat dua orang di dalam negeri yang terjangkit virus corona. Sejak tulisan ini ditulis (22 Maret 2020 pukul 12.00) angka pasien corona melonjak cukup drastis, yakni sebanyak 450 orang yang terjangkit virus tersebut. Banyak yang menilai pemerintah dinilai tidak siap dengan merebaknya virus corona di Indonesia. Bahkan, pemerintah dinilai sedari awal menganggap virus tersebut tidak akan masuk Indonesia. Tentu saja saya tidak memiliki kewenangan untuk membahas hal itu dari segi sains maupun politis

Sebagai orang yang berfokus pada bidang sejarah, saya hanya memiliki otoritas untuk membicarakan wabah corona dengan melihat pada masa lalu, yakni ketika Indonesia (dahulu Hindia-Belanda) diserang beberapa penyakit dan membandingkannya dari segi penyebab, tanggapan, dampak, dan kesalahan ketika merebaknya wabah penyakit pada masa lalu terhadap kondisi masa kini.

Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah, baik ketika corona sebelum atau sesudah datang ke Indonesia, membuat saya mengkerutkan dahi. Penyebabnya, karena pemerintah menurut saya berkaca dari sejarah. 

Dengan menilik sejarah kesehatan di Indonesia, bangsa ini memang kerapkali didera wabah penyakit. Misalnya, pandemi influenza 1918, Malaria pada awal kemerdekaan, flu burung dan flu babi pada kurun waktu tahun 2000-an. Melihat hal tersebut, seharusnya banyak sekali pelajaran yang dapat kita ambil dalam menyikapi wabah corona. 

Misalkan ketika terjadi pandemi influenza 1918, pada masa itu pemerintah kolonial memang tidak peduli dengan kabar influenza di global. Pemerintah kolonial panik ketika penguasa daerah melaporkan kenaikan pasien influenza dengan cukup tajam. Dari contoh ini saja, tentu akan sangat mudah mengkontrol virus corona dengan melihat pada masa lalu, yakni dengan menyikapinya dengan sigap siaga.

Oleh karena itu, urgensi untuk memahami sejarah, khususnya sejarah kesehatan di Indonesia, di tengah wabah penyakit sangatlah serius. Hal ini didasari agar pemerintah tidak terjebak di dalam "lubang" yang sama dengan kejadian pada masa lalu. Memang, terjadi perbedaan jenis wabah yang menyerang Indonesia tetapi yang harus diperhatikan bersama adalah pengulangannya yang berkembang menjadi suatu pola. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun