Mohon tunggu...
Muhammad Fakhriansyah
Muhammad Fakhriansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta

Muhammad Fakhriansyah adalah mahasiswa semester akhir di program studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Jakarta. Sejak Februari 2021 menjadi kontributor tetap Tirto.ID. Tulisannya berfokus pada sejarah kesehatan Indonesia dan sejarah politik internasional. Penulis dapat dihubungi melalui: fakhriansyahmuhammad27@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyikapi Pandemi Covid-19 dengan Melihat Pandemi Influenza 1918

14 Maret 2020   13:51 Diperbarui: 3 Maret 2022   03:53 5123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto memberikan keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (11/3/2020). Achmad Yurianto menyatakan seorang WNA positif COVID-19 telah meninggal dunia Rabu (11/3) dini hari, setelah sebelumnya mempunyai riwayat penyakit berat sehingga dengan adanya virus itu memperburuk kondisi daya tahan tubuhnya. (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)

Setelah bertahun-tahun penuh gejolak, peraturan tersebut akhirnya terbit. Mengacu pada aturan tersebut, terdapat Batasan-Batasan untuk membatasi "gerak" penyebaran penyakit tersebut. 

Misalnya dengan melarang kapal dagang berserta awak kapal bersandar di pelabuhan Hindia-Belanda bahkan terdapat ancaman pidana bagi yang melanggar. Menunjukan betapa seriusnya pemerintah saat itu untuk menghentikan pandemic tersebut. 

Sejarah telah menegaskannya. Penelitian sejarah pandemi influenza 1918 di Hindia Belanda menyatakan bahwa negara ini punya berbagai pintu masuk untuk berjangkitnya wabah yang merebak di negara lain, seperti influenza.

Hal itu menjelaskan bahwa Hindia Belanda telah merespon pandemi flu tersebut; bahwa penangangan influenza harus melibatkan semua sektor, tidak hanya kesehatan; bahwa ego individu dan kepentingan kelompok harus dikesampingkan apabila ingin merespon pandemi dengan cepat agar dapat menyelamatkan sebanyak mungkin manusia. 

Sudah seharusnya pemerintah kembali membuka buku sejarah atau minimal bertanya kepada sejarawan tentang pandemi pada masa lalu. Agar peristiwa masa lalu tersebut dipahami sebagai upaya untuk memahami masa kini dan masa depan.

Oleh karena itu, kelanjutan penelitian mengenai sejarah penyakit semacam ini masih sangat diperlukan. Agar dapat digunakan sebagai bentuk peringatan, baik bagi pemerintah maupun masyarakat umum, tentang perlunya mencari sebanyak-banyaknya informasi dan referensi penanganan pandemi pada masa lalu.

Sumber:

Wibowo, Priyanto, dkk. 2009. yang terlupakan: sejarah Pandemi influenza 1918 di hindia belanda.  Depok:  Kerjasama antara departemen sejarah fakultas ilmu Pengetahuan budaya universitas indonesia, unicef Jakarta dan Komnas fbPi.

Pols, Hans. 2019. Merawat Bangsa: Sejarah Gerakan Dokter di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Popular Gramedia

Penulis merupakan Muhammad Fakhriansyah. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta. Tulisannya berfokus pada kajian sejarah sosial-budaya di Indonesia, sejarah Pendidikan di Indonesia, dan sejarah kesehatan di Indonesia. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun