Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Keterlibatan dalam Politik, Jadi Sejarah yang Mengganggu?

4 Maret 2019   21:44 Diperbarui: 6 Maret 2019   10:17 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini masyarakat mengalami 'disrupted history' (sejarah yang menganggu) dan sejarah yang menganggu itu adalah politik_Kuntowijoyo_

Politik di Ujung Tanduk

Indonesia akan melakukan pemilihan umum di tanggal 17 April 2019 dengan memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Tapi, keraguan rakyat terhadap hasil Pemilu 2019 untuk terjadinya kesejahteraan rakyat tidak sirna dengan sendirinya. Ini beranjak dari partai politik dan perilaku politisi yang secara mata telanjang banyak boroknya.

Perjalanan politik Indonesia saat ini mengkhawatirkan. Persoalan politik, hukum dan bisnis bercampur baur dengan batasan-batasan yang tak lagi dapat ditentukan. Muncullah mafioso politik, mafioso pengusaha dan mafioso hukum yang dilatari uang. Uang menjadi junjungan politik dan hukum maka terpinggirkanlah nurani politik dan hukum. Di perlukan tindakan-tindakan yang berhulu dari nurani dan tindakan strategis.

Wajah perpolitikan Indonesia penuh dengan karut marut. Fungsi politik tak lagi dijalankan dengan semestinya. Kaderisasi perpolitikan Indonesia penuh dengan orang-orang yang berpikiran pragmatis dan berakibat pada munculnya 'politik dan politisi pragmatis'.

Politik dan politisi pragmatis adalah sebuah upaya memenuhi nafsu syahwat politik yang ingin mendapatkan hasil dengan cara apapun maka lumrah politisi lompat partai dari partai A ke partai B ketika keinginan diri sendiri tak ditampung oleh partai sebelumnya atau melakukan politik transaksional,  bisa juga dengan memeras kementrian, BUMN agar memberikan satu proyek kepada orang tertentu dan si politisi dapat fee sekian persen.

Boroknya partai politik dan politisi yang bermunculan membuat pesimis rakyat karena bertingkah laku di luar akal sehat dan nurani. Jangan salahkan rakyat jika kepesimisan itu muncul. Perbaikan dari partai politik dan para politisi wajib dilakukan saat ini juga.

Ada dua hal tindakan strategis yang perlu dilakukan agar politik tak dianggap sebagai sejarah yang menganggu yaitu menjadikan politik; dari abstrak ke konkret dan politik; dari ideologi ke ilmu.

Politik, dari abstrak ke konkret

Isu tentang kesejahteraan rakyat, pencapaian ekonomi dengan target sepersekian persen, pengentasan kemiskinan dan pengangguran dan segala yang diucapkan dalam kampanye politik menguap ketika si politisi telah duduk di 'kursi empuk'. 

Politik kita adalah politik janji-janji kosong yang tak tahu dengan pasti kapan akan terwujudnya. Tidak dapat dinafikan bahwa politik telah membangun kerangka kebangsaan, keIndonesiaan dalam rentang waktu yang panjang tapi saat ini masyarakat mengalami-meminjam istilah Kuntowijoyo 'disrupted history' (sejarah yang menganggu) dan sejarah yang menganggu itu adalah politik.

Setelah reformasi yang terjadi pada tahun 1998, Indonesia mengalami beberapa kali pemilihan umum yang diharapkan mampu mengubah nasib masyarakat bawah. Namun kini, janji-janji itu terasa bagaikan panggang jauh dari api dan menguap. Masyarakat mulai kehilangan kepercayaan pada yang abstrak. 

Sejatinya politik perlu memperhatikan kembali dan melaksanakan hal-hal yang konkret bagi masyarakat. Jangan sampai terjadi masyarakat yang mengajarkan politisi untuk berpikir dan bertindak konkret ditengah-tengah seringnya politisi berpikir abstrak dan mengumbar kata janji. Serta kepentingan masyarakat terakomodasikan dalam keputusan politik.

(Illustrated by Pixabay.com--edited)
(Illustrated by Pixabay.com--edited)
Politik, dari ideologi ke ilmu

Beberapa kali pemilu yang dilewati pasca reformasi adalah pertarungan ideologi dengan beragam bentuk dalam sebuah eksperimen demokrasi. Ideologi itu adalah pancasila, nasionalisme, Islam dan lainnya. Walaupun pada akhir-akhir ini dapat saja partai menyatakan bahwa ia tak murni nasionalis tapi dapat menjadi partai nasionalis-religius.

Pada saat ini penerapan ideologi-ideologi terlalu kaku dalam menghadapi kenyataan. Para politisi terlampau terikat dengan kebijakan-kebijakan partai politiknya seolah-olah partai politiknya adalah Tuhan dan lambat laun partai yang ia masuki menjadi ideologi dalam makna partai politik adalah ideologi sehingga setiap gagasan yang dikeluarkan harus selalu seiring dengan partai politik dimana ia dibesarkan kalau tidak maka ia akan dicopot dari jabatan partainya.

Diperlukan sebuah pemahaman baru bahwa jika terlampau berpikir ideologis akan berakibat pada subjektif, normatif dan tertutup. Dalam ideologi, kenyataan ditafsirkan sesuai dengan kaidah-kaidah yang diyakini sebagai kebenaran.

Sedangkan berpikir ilmu berakibat baik yaitu terjadinya keobjektifan, faktual dan terbuka. Dalam ilmu kenyataan dilihat sebagai kenyataan, otonom dari kesadaran pemandangnya. Tak semestinya konstituen politik saat ini diikat dengan ideologi karena mereka telah berpikiran cerdas.

Sebagai sebuah ilmu, politik lahir dari tentang perlunya sebuah pengaturan masyarakat umum agar lebih teratur dalam menjalankan fungsi masing-masing. Tak setiap partai politik melakukan program partai politiknya beranjak dari keperluan konstituennya serta beranjak dari ilmu.

Program-program partai politik saat sekarang bersifat sementara dan dipenuhi dengan kepentingan-kepentingan sesaat. Di perlukan sebuah upaya pembangunan basis keilmuan politik di setiap partai politik agar nantinya tindakan lebih terprogram, beranjak dari fakta dan tak terikat secara membabi buta pada partai politiknya tapi pada keinginan masyarakat.

Perjalanan politik Indonesia-sebagai cara dan tujuan-mendatang adalah peluang, ancaman sekaligus tantangan untuk terbangunnya Indonesia yang sejahtera dan warga negaranya bahagia lahir batin. Mampukah politik mewujudkan itu? 

Taman Bacaan

Miriam Budiarjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta. Gramedia. 2008.
Kuntowijoyo. Identitas Politik Umat Islam. Bandung. Mizan, 1997.

Curup
04.03.2019.
JR (Di Tulis untuk Kompasiana)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun