Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Teopuitik (Puisi Berketuhanan)

19 Februari 2019   22:20 Diperbarui: 19 Februari 2019   23:19 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Illustrated from Pixabay.com)

Dari realitas sejarah inilah ditemukan struktur bangunan Islam yang tidak hanya syariah, akhlak, muamalah, tapi juga tasawuf. Dalam tasawuf ekspresi tertinggi cinta terhadap Tuhan diabadikan sebahagian dengan tingkah laku dan sebahagian lagi melalui kata-kata (puisi). Lahirlah tokoh-tokoh sufi yang mengekspresikan cinta pada Tuhan dengan balutan kata-kata yang menggugah hati dan menelanjangi akal. Banyak contoh untuk disebutkan selain al-Hallaj diatas juga ada diantaranya Jalaluddin Rumi dan Fariduddin Attar.

Karya Divan e Shamse Tabrizi adalah pernyataan cinta sang murid (Jalaluddin Rumi) kepada sang guru (Syamsuddin Tabrizi) yang hilang misterius setelah memberikan 'cinta Tuhan' kepada Rumi. Diwan adalah semacam puisi pujian seperti kasidah dalam sastra Arab. Dalam sastra sufi dan keagamaan yang dipuji ialah sifat, kepribadian, akhlak, dan ilmu pengetahuan yang dimiliki seorang tokoh. Di bunga rampainya ini, Rumi mulai mengungkapkan pengalaman dan gagasannya tentang cinta transendental yang diraihnya pada jalan tasawuf. (Abdul Hadi W.M. 2006, xvii).

Mantiq al-Tayr adalah pengalaman spiritual Attar dalam upaya mendekatkan diri kepada Tuhan dengan mengalahkan nafsu rendah. Secara simbolik bahwa jalan kerohanian dalam ilmu tasawuf ditempuh melalui tujuh lembah (wadi), yaitu; lembah pencarian (talab), isyq (cinta), makrifat (ma'rifah), kepuasan hati (istighna), keesaan (tawhid), ketakjuban (hayrat), kefakiran (faqr) dan hapus (fana'). (Abdul Hadi W.M. 2004,137).

Penutup

Kecerdasan membaca dan meramu kata-kata yang berprikemanusiaan dan berketuhanan pada akhirnya menjadi sesuatu keniscayaan yang dimiliki oleh si pembuat puisi, jika ia tidak ingin dikatakan "tidak ada". Kedua istilah ini dalam konstelasi keislaman dikembangakan dengan dua instrumen; hablu minallah (hubungan dengan Allah) dan hablu minannas (hubungan dengan manusia). Kesimpulannya, jika kedua instrumen tersebut tidak diapresiasi secara mendalam oleh si pembuat puisi, maka pada tingkat pencapaian karyanya akan berjarak dari manusia dan lebih fatal lagi menjauh dari Tuhan. Di sinilah pentingnya teopuitik -puisi berketuhanan-.

Taman Bacaan

Acep Zamzam Noor. Puisi dan Bulu Kuduk: Perihal Apresiasi dan Proses Kreatif. Penerbit Nuansa. Bandung. 2011.

Abul Hasan An Nadwi. Jalaluddin Rumi: Sufi Penyair Terbesar (terjemahan). Jakarta. 2004.

Jan van Luxemburg dkk. Pengantar Ilmu Sastra (terjemahan). PT. Gramedia. Jakarta. 1989.

M. Quraish Shihab. Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an Volume 15. Lentera Hati. Jakarta. 2007.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun