Mohon tunggu...
Catatan

'Hati-hati' dengan Investasi Dinar Emas

14 Maret 2012   01:57 Diperbarui: 4 April 2017   16:23 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demam emas sebagai instrument investasi menarik untuk dicermati. Investasi ini banyak peminatnya karena dianggap sesuai dengan syariah dan nilai emas akan selalu naik. Pertanyaannya, apakah ada hadits dan sunnah Rasulullah saw yang menganjurkan investasi emas? Coba kita lihat esensi ekonomi dalam islam, dalam kaitannya dengan ekonomi kapitalis yg dikecam Islam.

Apakah yg terjadi ketika demam investasi emas terjadi? Setidaknya terlihat ada 3 hal:

1. Yg melakukan investasi membayangkan nilai hartanya tambah banyak relatif terhadap depresiasi mata uang, dengan tanpa perlu melakukan kegiatan produktif

2. Fee transaksi fix di angka 4%, yg selalu memberikan keuntungan kepada yg menjadi pedagang dinar.

3. Cita-cita orang islam yg ingin menjadikan dinar sebagai alat bayar pupus sudah, karena semangat yg dibangun bukanlah menempatkan dinar sebagai alat tukar, hal ini terlihat dari tingginya fee 4% di atas. Fee yg cukup tinggi ini merupakan entry barrier juga. Jika ini merupakan biaya operasi pihak yang mengelola distribusi dinar, maka nilai ini seharusnya hanya sementara di saat start up industrinya saja. Harus ada target kapan ini bisa turun dan ke angka berapa, jika tidak maka akan terjadi semangat berbanyak-banyak / berlebih-lebihan di pihak distributor.

4. Semangat menyimpan emas ini bertentangan dengan ekonomi islam yang mengutamakan harta harus mengalir, makanya ada ayat yang mengancam orang-orang yang menumpuk harta (berlebih-lebihan), menyebut orang-orang yg tidak menolong anak yatim sebagai pendusta agama, mengharuskan memberi makan orang miskin, dan mengharuskan selalu berbagi rezeki. Emas adalah energi, dimana energi di alam semesta harus mengalir, jika ada penumpukan di satu titik maka merusak keselarasan alam semesta yg akan berujung pada bencana. Penumpukan harta / energi adalah ekonomi kapitalis, jadi berhati-hatilah dengan sesuatu yg seolah berbau agama ternyata hakekatnya adalah kapitalis.

Lantas, apa seharusnya sikap kita terhadap dinar emas? Kembalikan kepada cita-cita luhurnya, sebagai alat tukar/alat bayar. Jangan menjadi kapitalis berkedok agama. Artinya, kalau kita memang ada kewajiban membayar sesuatu di masa depan, bolehlah kita menyimpan emas senilai itu. Jadi posisi emas sama dengan hedging, bukan investasi. Kalau masih ada harta, alirkanlah sesuai dengan petunjuk di Al Qur'an.

Hati-hati dengan semangat menumpuk emas, karena bisa membuat orang Islam tidak produktif, karena produktifitas berasal dari iman danamal shaleh (melakukan pekerjaan), bukan dengan menumpuk emas. Tidak produktif berarti aset-aset akan dikuasai oleh orang lain yg lebih produktif , yang lebih bergerak (mobile, seperti yg diisyaratkan dalam surat Ad Dzariat). Maka penjajahan akan terjadi terus, tidak ada perubahan.

Namun, selain hal-hal negative di atas, tentunya kita tetap mengapresiasi dinar emas sebagai alternatif tools dalam ekonomi global. Setidaknya bisa mengurangi sentralisasi ketergantungan kepada Bank yang rakus terhadap bunga dan margin (istilah Bank Syariah). Sentralisasi mata uang yang dikontrol oleh Bank Sentral adalah instrument utama penjajahan global saat ini. Dinar emas bisa menjadi satu instrument perlawanan jika dikelola dengan benar. Satu contoh positif adalah pihak yang menjadi pengelola distibusi dinar (seolah berperan sebagai Bank Sentral Dinar), bisa menggunakan emas yang menumpuk, ataupun keuntungan dari fee 4% untuk melakukan pembiayaan terhadap usaha-usaha ekonomi rakyat yang tidak mau dilayani oleh Bank yang kapitalis.

http://thalhah.kuantumtraining.com/wp/

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun