Mohon tunggu...
Healthy

Diskalkulia: I Can't Count

28 Desember 2016   21:37 Diperbarui: 28 Desember 2016   21:43 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

pernahkan anda menemui anak yang mengalami kesulitan berhitung ? atau kesulitan dan merasa tertekan dalam belajar matematika ? mungkin hal ini bisa menjurus pada diskalkulia. Bila kita menanyai istilah ini kepada orang lain, ternyata masih banyak masyarakat yang belum tahu tentang diskalkulia. Bahkan bila kita menyebutkan namanya saja, masyarakat masih merasa asing dengan kata tesebut.

Secara umum diskalkulia merupakan kesulitan belajar dalam bidang perhitungan dimana perhitungan merupakan skill utama dalam pembelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu hal yang wajib dipelajari dan dipahami oleh setiap individu. Matematika selalu mewarnai kehidupan manusia. Disaat kita akan membeli suatu barang, kita dituntut memahami konsep uang untuk melakukan transaksi. Seorang juru masak membutuhkan kemampuan konsep matematika untuk menentukan ukuran bahan yang dibutuhkan. Seorang penjahit perlu memahami konsep matematika untuk membuat pola pakaian yang akan dibuatnya. Begitupula dengan kegiatan sehari-hari lainnya, mustahil bila matematika tidak diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. untuk mempelajari matematika terdapat beberapa kemampuan yang harus dimiliki (Sidiarto,2007), yaitu:

1. Memahami bahasa, membaca dan menulis

2. Mengoperasikan aritmatika: penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian

3. Dapat menyamakan jumlah benda/objek dengan angka

4. Mengenal urutan, pola dan kelompok/gugusan

5. Kemampuan menggunakan simbol abstrak untuk menyatakan benda

6. Persepsi visual-spasial (ruang) untuk memahami konsep bentuk, lluas, volume/isii, jarak

7. Kemampuan untuk mengetahui urutan langkah uuntuk menyelesaikan soal matematika

8. Daya ingat jangka pendek, untuk mengingat dalam menyelesaikan soal

9. Daya ingat jangka panjang untuk mengingat tabel, formula, dan berbagai elemen yang digunakan berulang

10. Intelegensi (IQ)

Apabila anak mengalami kesulitan pada salah satu aspek diatas, maka memungkinan akan berdampak pada kesulitan belajar matematika atau yang biasa disebut dengan diskalkulia.

Diskalkulia adalah suatu gangguan dimana seseorang mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Dalam ilmu psikologi, diskalkulia termasuk dalam kategori gangguan perkembangan belajar. Dalam menentukan apakah anak mengalami dikalkulia atau tidak diperlukan serangkaian tes untuk mendiagnosanya yang dilakukan oleh mereka yang ahli dalam bidangnya. Berdasarkan kriteria DSM IV-TR terdapat tiga kriteria diagnostik untuk menentukan adanya kesulitan belajar matematika atau diskalulia dalam diri individu, yaitu:

1. Kemampuan matematika, bila diukur dengan tes standar yang diberikan secara individual, hasilnay berada di bawah dari yang diharapkan menurut umur yang sebenarnya, intelegensi yang diukur dan pendidikan yang sesuai dengan umur orang tersebut.

2. Gangguan pada kriteria 1 sudah mengganggu pencapaian akademik atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang membutuhkan kemampuan matematika.

3. Apabila terdapat defisit sensoris, kesulitan matematika adalah secara jelas melebihi dari yang biasanya berhubungan dengannya.

Diskalkulia memiliki beberapa krakteristik yang dapat dikenali diantarnya adanya gangguan dalam hubungan keruangan, abnormalitas persepsi visual, asosiasi-visual motor, perseverasi, kesulitan mengenal dan memahami simbol, gangguan penghayatan tubuh, kesulitan dalam Bahasa dan membaca, dan performance IQ jauh lebih rendah daripada skor Verbal IQ

Gangguan Hubungan Keruangan

Anak diskalkulia sering mengalami kesulitan dalam memahami konsep hubungan keruangan seperti kanan-kiri atas-bawah, puncak-dasar, jauh-dekat, tinggi-rendah, depan-belakang, dan awal-akhir yang umumnya telah dikuasai oleh anak pada saat mereka belum masuk SD.

Abnormalitas Persepsi Visual

Anak dengan diskalkulia sering mengalami kesulitan untuk melihat berbagai objek dalam hubungannya dengan kelompok atau set. Mereka akan mengalami kesulitan bila mereka diminta untuk menjumlahkan dua kelompok benda yang masing-masing terdiri dari lima dan empat anggota, sering tidak mampu membedakan bentuk-bentuk geometri.

Asosiasi Visual Motor

Anak dengan diskalkulia sering tidak dapat menghitung benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya “Satu, dua, tiga, empat, lima.” Anak-anak semacam ini dapat memberikan kesan mereka hanya menghafal bilangan tanpa memahami maknanya.

Preservasi

Ada anak yang perhatiannya melekat pada suatu objek saja dalam jangka waktu yang relatif lama. Anak dengan kondisi ini mungkin awal mulanya dapat mengerjakan tugas dengan baik, tapi lama-kelamaan perhatianya melekat pada suatu objek tertentu.

Kesulitan Mengenal dan Memahami Simbol

Anak dengan diskalkulia sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol matematika seperti +,-, =, >, <. Kesulitan semacam ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan memori tetapi juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan persepsi visual.

Gangguan Penghayatan Tubuh

Anak dengan diskalkulia merasa sulit untuk memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya sendiri. Jika anak diminta untuk menggambar tubuh orang misalnya, mereka akan menggambarkan dengan bagian-bagian tubuh yang tidak lengkap atau menempatkan bagian tubuh pada posisi yang salah.

Kesulitan dalam Bahasa dan Membaca

Kesulitan dalam Bahasa ternyata dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak di bidang matematika. Anak yang mengalami kesulitan membaca akan mengalami kesulitan pula dalam memecahkan soal matematika yang berbentuk cerita tertulis.

Skor PIQ jauh lebih rendah daripada skor VIQ

Diskalkulia juga dapat terjadi apabila tes inteligensi dalam bidang performance (PIQ) yang lebih rendah dari hasil verbal (VIQ). Rendahnya skor PIQ pada anak dengan diskalkulia tampaknya terkait dengan kesulitan memahami konsep keruangan, gangguan persepsi visual, dan adanya gangguan asosiasi visual-motor.

Lalu bagaimana cara menangani diskalkulia ?

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, diskalkulia kerap kali mengganggu prestasi belajar anak. Penganan diskalkulia juga sangat perlu dilakukan di sekolah penanganan diskalkulia dapat berupa pendidikan remedial yang tujuannya untuk menyisihkan masalah yang dihadapi anak sehingga dapat membantu anak untuk mencapai potensinya semaksimal mungkin. Maka itu penting untuk menerapkan model pembelajaran yang tepat agar anak dapat mempelajari matematika dengan baik. Untuk mengajarkan matematika terdapat beberapa hal yang harus dilakukan yaitu:

1. Kondisikan anak agar siap belajar matematika

2. Maju dari konkrit ke abstrak. Pada tahapan konkrit, siswa memanipulasi berbagai objek dalam belajar keterampilan. Pada tahapan abstrak, angka akhirnya mrnggantikan gambar atau symbol grafis.

3. Berikan kesempatan bagi anak untuk melatih dan mengulang pembelajaran

4. Menyediakan kesempatan untuk berlatih dan mengulang

5. Generalisasi ke situasi baru. Anak hendaknya memperoleh kesempatan yang cukup untuk menggeneralisasikan keterampilan mereka ke dalam banyak situasi. Tujuannya adalah untuk memperolah keterampilan dalam mengenal dan mengaplikasikan operasi – operasi komputasional terhadap situasi baru yang mungkin berbeda.

6. Sadari dan deteksi kelebihan dan kekurangan anak

7. Bangun fondasi yang kokoh tentang konsep dan keterampilan matematika

8. Sajikan program matematika yang seimbang yang mencakup kombinasi antar tiga elemen yaitu, konsep, keterampilan, dan pemecahan masalah.

9. Penggunaan kalkulator. Kalkulator dapat digunakan untuk menghitung fakta dasar maupun proses matematika yang kompleks, dan dapat digunakan untuk latihan atau self-checking.

Belajar matematika tidak harus melulu tanggung jawab sekolah, orangtua adalah sumber utama belajar bagi anak. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menarik perhatian anak agar termotivasi belajar matematika. Pertama, perkenalkan matematika bukan sebagai hal yang menakutkan. Hindari membentuk persepsi menyeramkan tentang matematika pada anak. Tanamkan pada diri anak bahwa matematika adalah hal yang menyenangkan. Kedua, ciptakan suasana yang menyenangkan selama proses belajar. Gunakan benda-benda atau peralatan yang menarik sepeti menggunakan mainan, benda berwarna. 

Ketiga, kaitkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya dengan mengajak anak menghitung jumlah sendok, mengelompokan benda sesuai bentuknya, dll. keempat, sisipkan konsep matematika dalam permainan. orang tua dapat menciptakan permainan seperti mencari lima buah bola, bermain teka-teki, dll. Kelima, kembangkan penghargaan dan konsep positif pada diri anak. hal ini sangat penting dalam mengembangkan konsep diri yang positif pada anak. Jangan menghardik atau menyalahkan disaat anak melakukan kesalahan. Tanamkan dalam diri anak bahwa salah adalah proses dari belajar. Hal ini akan mengembangkan rasa percaya diri pada anak yang dapat meningkatkan motivasinya untuk berusaha mempelajari matematika.

Referensi:

Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar; Teori, Diagnosis, dan Remediasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Davison, G.C., Neale, J.M., & Kring, A.M.. 2004. Psikologi Abnormal : Edisi 9”. Jakarta. RajaGrafindo Persada

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition Text Revision. The American Psychiatric Association.Washington, DC

Sidiarto, L. D. 2007. Perkembangan Otak dan Kesulitan Belajar Pada Anak. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Oleh:

Ananda Rasullia

Fakhrani Ist Irsalina

Yuni Hermiyati Eka P.

Fakultas Pendidikan Psikologi

Universitas Negeri Jakarta

2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun