Dengan terbatasnya sumber daya lahan, penatagunaan tanah menjadi faktor penting untuk mengelola aset tersebut. Lahan sebagai aset memiliki nilai tersendiri yang dapat ditafsirkan sebagai harga. Nilai pada lahan dipengaruhi oleh kemampuannya secara fisik dan ekonomis. Menurut Supriyanto (1999), dalam Presylia (2002), nilai tanah adalah suatu pengukuran yang didasarkan kepada kemampuan tanah secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktifitas dan strategi ekonomisnya. Meskipun penyebutannya berbeda namun definisi tersebut mengarah pada lahan yang menggambarkan tanah dalam ruang. Tidak seperti saham dan mata uang, lahan merupakan aset yang harganya akan terus naik. Adanya persaingan penguasaan mengakibatkan terbentuknya pasar lahan. Lahan dengan nilai yang tinggi akan diperebutkan. Namun tidak jarang lahan dengan potensi nilai yang tinggi juga akan diambil sebagai investasi masa depan.
Pasar lahan ini juga memiliki keterkaitan dengan perkembangan kota. Lahan dengan nilai tinggi akan menjadi titik-titik perkembangan kota. Manusia ingin segera memanfaatkan nilai lahan tersebut untuk dimanfaatkan nilai ekonomis nya. Fenomena ini menjadi salah satu logika dalam memahami salah satu isu perkotaan yaitu Urban Sprawl. Dengan mengetahui nilai lahan suatu kota, maka kita dapat memprediksi arah perkembangan kota kedepannya.
Upaya pengendalian pasar pun menjadi krusial. Pasar lahan yang tidak dikendalikan akan menghilangkan ruang bagi masyarakat yang tidak mampu bersaing. Padahal, lahan merupakan salah satu modal utama manusia untuk hidup. Dibutuhkan pengendalian oleh pemerintah. Pengendalian tersebut biasanya dituangkan dalam peraturan agraria dan tata ruang. Regulasi tentang perizinan pembangunan, ketentuan kepemilikan lahan, alih fungsi dan lain lain menjadi instrumen penegakannya.
Perihal perencanaan dan pengendalian tata ruang, Indonesia memiliki RTRW dan RDTR. Sebelum di Perda kan, terdapat tinjauan akademik yang biasa disebut materi teknis. Didalamnya, terdapat serangkaian analisis yang dilakukan dari berbagai sektor serta proses bagaimana peraturan-peraturan tersebut terbentuk. Rencana yang tepat memiliki dasar yang tepat pula. Dalam pengambilan keputusan, dibutuhkan argumen mendasar yang juga komprehensif agar keputusan tersebut dapat diterima oleh semua orang.
Lalu pertanyaanya apakah nilai lahan di pertimbangkan dalam merencanakan penatagunaan lahan? Dan bagaimana caranya?
Pertanyaan tersebut sedikit banyaknya dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang. Pada Lampiran III tentang Tata Cara Dan Muatan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota disebutkan bahwa diperlukan zona nilai tanah serta analisis highest dan best uses property (HBU). Zona Nilai Tanah (ZNT) yang dikeluarkan Kementerian ATR/BPN adalah poligon yang menggambarkan nilai tanah yang relative sama dari sekumpulan bidang tanah didalamnya, yang batasannya bisa bersifat imajiner ataupun nyata sesuai dengan penggunaan tanah. Sedangkan, analisis HBU adalah analisis terhadap kegunaaan terbaik dan tertinggi dari suatu bidang tanah kosong (vacant land) ataupun tanah yang dianggap kosong (land as vacant). Analisis ini meliputi empat hal pokok yaitu, analisis kelayakan secara fisik (physically feasible), analisis kelayakan secara peraturan (legally permissible), analisis kelayakan secara keuangan (financially feasible), dan analisis produktivitas yang maksimal (maximally productive). Dua hal tersebut membuktikan bahwa nilai lahan menjadi pertimbangan dalam perencanaan kota.
Namun, hal ini belum optimal dikarenakan nilai lahan pada ZNT sendiri adalah nilai lahan tersebut apabila lahannya kosong. Bersumber dari website Kemenkeu disebutkan bahwa 'Perbedaan nilai antara satu tanah dengan yang lainnya berdasarkan analisa petugas dengan metode perbandingan harga pasar dan biaya. Informasi yang ditampilkan ZNT adalah nilai tanah dalam keadaan "kosong", tidak termasuk nilai benda-benda yang melekat padanya."
Nilai lahan sendiri tidak lepas dari kegiatan diatasnya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai lahan sehingga fluktuasi nilai lahan di lapangan terjadi dalam ruang yang lebih kecil lagi. Hal ini menyebabkan penafsiran nilai lahan yang hanya menggunakan ZNT menjadi tidak cukup. Dibutuhkan penafsiran dan permodelan nilai lahan yang lebih realistis.
Tapi bagaimana caranya?
Sebelum melakukan permodelan tentunya hal yang perlu dipahami adalah faktor yang mempengaruhi nilai lahan terlebih dahulu. Analisis terhadap faktor tersebut juga memiliki metode yang berbeda-beda. Hasil permodelan pun dapat berbeda-beda. ZNT menggunakan harga pasar dalam permodelannya, dimana harga pasar merupakan cerminan dari Nilai Pasar dan Prinsip Substitusi. Secara sederhana, nilai lahan dipengaruhi dengan jarak terhadap Central Business District (CBD), artinya jika lahan lokasinya dekat dengan CBD maka nilai lahan akan semakin tinggi dan sebaliknya. Nilai ekonomi lahan tentunya akan menyesuaikan kondisi eksisting lingkungan sekitarnya. Perkembangan dari pemanfaatan lahan pada suatu lokasi akan berpotensi memberikan pengaruh pada bidang penggunaan lain yang ada di sekitarnya (Yunus, 2000). Nilai lahan dipengaruhi oleh sosial, penduduk, politik, kondisi fisik tanah, dan sebagainya. Pada beberapa penelitian, faktor yang mempengaruhi nilai lahan dapat berbeda-beda tergantung daerahnya, budayanya, dan tujuan penggunaannya.
Faktor-faktor tersebut dapat dimodelkan menggunakan analisa spasial. Analisis spasial adalah teknik ataupun proses yang melibatkan beberapa atau sejumlah fungsi perhitungan serta evaluasi logika matematis yang dapat dilakukan pada data spasial, dalam rangka untuk memperoleh nilai tambah, ekstraksi serta informasi baru yang beraspek spasial. Faktor-faktor seperti jarak ke CBD, aksesibilitas, kepadatan penduduk, kondisi fisik tanah, ketersediaan fasilitas dengan memanfaatkan teknik analisa spasial seperti Euclidean Distance, Kernell Density, dibantu dengan Fuzzy Membership maka kita dapat memodelkan distribusi nilai lahan.