Saat ini banyak aktivitas manusia terdigitalisasi. Untuk makan sekarang tinggal klik, ada gofood, untuk cuci juga tinggal klik, ada layanan laundry online, untuk kemana-mana juga tinggal klik, mulai dari mau kemana, menggunakan apa, tujuannya dimana, semua tersedia di aplikasi. Untuk belanja apa lagi, tinggal klik, apapun kebutuhan semua tersedia di e-commerce. Kini semua mudah, semua instan.
Dengan perlahan dan pasti, kemudahan di atas menyebabkan interaksi virtual meningkat tajam, pada saat yang sama interaksi langsung semakin merosot. Semula dunia yang benar-benar digital diprediksi banyak ahli akan terjadi pada 2030, dengan adanya corona pandemic prediksi itu melesat, malah semakin cepat, 2020 kemarin sudah nampak begitu digital.
Yang paling dikhawatirkan dari digitalisasi itu hilangnya interaksi sosial langsung. Terlalu sering kita menyaksikan banyak kasus, yang dimedsos person-person tertentu terlihat begitu garang dan kasar, setelah bertemu langsung, setelah duduk dan diskusi semeja, semua bisa dipahami, bisa lebih tenang dan lembut, tak seperti di akun medsosnya. Siapa yang di medsos dan siapa yang kita temui ngopi semeja misalnya, tampak seperti dua orang yang sama sekali berbeda.
Sebaliknya juga terjadi, di akun medsos nampak bijak dan lembut, setelah bersama diluar, malah sebaliknya, garang dan kasar.
Mana "dia/aku yang autentik," menjadi semakin kabur. Masing-masing orang punya dua versi; versi digital dan versi nyatanya. Satu orang dengan dua ke-diri-an, tampaknya terlihat demikian.
Bagi saya, pandangan di atas hadir karena keterlanjuran kita memaknai medsos sebagai dunia lain, bukan dunia keseharian kita. Kita terlanjur memayakan dunia medsos ini, sehingga seakan tak nyata dan benar-benar dunia yang berbeda, bukan dunia kita.
Berbeda halnya jika kita memaknani dunia medsos juga adalah dunia keseharian, atau lebih tepatnya bagian dari dunia keseharian. Pandangan ini (bagi saya) mengantarkan kita dapat melihat diri sendiri dan diri orang lain (yang) di medsos tak lain merupakan bagian dari diri kita yang sebenarnya. Tak ada dualitas diri, antara diri virtual dan diri yang nyata. Apa yang dilakukan di medsos itu adalah bagian dari totalitas kedirian seseorang.
Jika baik di medsos dan buruk di luar, itulah dirinya, totalitas kediriannya telah disampaikan oleh dirinya sendiri, bahwa dirinya demikian adanya. Sebalikya pun demikian, jika buruk di medsos dan baik di luar, itulah keseluruhan kediriannya juga. Atau baik di medsos dan baik juga di luar dan buruk sejak dari medsos hingga di luar, juga merupakan totalitas kediriannya. Kita memahaminya bukan dua orang yang berbeda.
Saya teringat, akun facebook saya pernah di-kick dari group diskusi karena dianggap tidak autentik, karena tidak menggunakan nama asli saya, juga pernah lama tak dikonfir karena anggapan yang sama. Atau mungkin masih ada yang anggap ini akun fake.Â
Saya hanya ingin bilang, nama asli saya Julfakar, orangnya ada dan hidup, diri saya di medsos dan diri saya di luar adalah totalitas diri saya. Jangan hanya nilai saya di medsos, kesimpulannya pasti akan salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H