Kocok ulang kabinet Indonesia Maju kali ini bagi saya sangat mengejutkan. Itu karena Sandiaga Salahudin Uno atau lebih dikenal dengan Bang Sandi dipilih Pak Jokowi membantunya dalam kabinet Indonesia Maju. Ia menggantikan Wishnutama sebagai menteri pariwisata dan ekonomi kreatif.
Satu lagi kejadian yang melengkapkan pandangan kita bahwa politik itu begitu cair. Dipilihnya Bang Sandi menjadi menteri Pak Jokowi semoga dapat membuka mata kita semua, bahwa yang penting dimenangkan dalam Pilpres 2019 lalu adalah Indonesia, bukan Jokowi-Ma'ruf atau Prabowo-Sandi.
Mengikuti jejak Pak Prabowo yang lebih dulu bergabung bersama Pemerintahan Jokowi, dengan bergabungnya Bang Sandi kembali  mementahkan pandangan banyak orang, bahwa dalam politik tak ada yang abadi, lawan main juga adalah teman main. Yang paling penting juga, banyak hoax saat pilpres masuk tong sampah, sudah seharusnya sampah-sampah informasi itu dibersihkan.
Sangat malu rasanya bagi kita masyarakat akar rumput jika masih terus-terusan ngotot-ngototan, tak kunjung move on. Secara pribadi, dengan kenyataan politik seperti ini, kita disadarkan, kita sebenarnya sedang "ditelanjangi" oleh sikap sendiri, yang saling serang-menyerang dan saling benci-membenci karena politisi.
Rivalitas politik kemarin yang dikhawatirkan dapat memecah belah bangsa, sudah mesti diakhiri. Terbukti tak berguna, tak memberikan bangsa ini energi positif. Saling menyerang dan saling membenci sesama anak bangsa harus dikonversi menjadi saling dukung dan fokus.Â
Jika kontestan Pilpres sudah berkolaborasi, masyarakat akar rumput juga harus kolaborasi. Saling dukung dan apresiasi sesama anak bangsa itu dapat melahirkan daya maju bangsa ini yang luar biasa. Itu yang kita semua harapkan.
Kompetisi harus dilihat dengan kaca mata kolaborasi, politisi harus dilihat dengan kaca mata rasionalitas. Jika para politisi itu baik, membawa banyak perbaikan bagi hajat hidup orang banyak, dukungan perlu diberikan kepadanya, jika sebaliknya, dukungan tak perlu diberikan.Â
Tak berguna membela mati-matian para politisi, karena baik dan buruk pada manusia (termasuk para politisi) itu hal niscaya (mungkin). Politisi mungkin baik, mungkin juga buruk. Dukunglah saat mereka membawa kebaikan, tinggalkan jika tak membawa kebaikan. Perlu sikap proporsional.
Ini pelajaran yang amat sangat berharga bagi masyarakat Indonesia. Sekaligus dapat mengevaluasi diri, setelah banyak kekejian yang terjadi karena benturan keras beda pilihan saat pilpres 2019 lalu.Â
Isu agama diseret masuk ke gelanggang pertarungan, salah satu paslon disebut-sebut kurang agamais dan paslon lainnya dianggap lebih agamais, hal tersebut menyulut api kebencian antar pendukung, dampak buruknya hingga kini terasa.
Pada saat pilpres 2019 lalu, pasangan Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi bagai musuh, senang melihatnya sekarang bisa berdamai dan saling membantu untuk Indonesia. Berharap para pendukungnya sudah bisa move on dan juga sudah saling membantu.
Realitas politik seperti diatas perlu kita rayakan dengan tertawa. Apa yang kita seriusi kemarin, berubah menjadi sesuatu yang lucu hari ini. Kita perlu menertawakan diri sendiri, sudah terlanjur dihadap-hadapkan sesama anak bangsa, sudah terlanjur disebut cebong dan kampret, gaya ugal-ugalan seperti ini unfaedah banget.