Hampir seluruh wilayah Indonesia memasuki musim hujan. Tak terkecuali wilayah tempat tinggal saya, di Ronting, Manggarai Timur, NTT. Disini masyarakatnya mayoritas bermata pencaharian nelayan. Sekitar dua minggu terakhir ini angin kencang disertai hujan lebat sering muncul tiba-tiba. Cuaca semakin susah diprediksi. Banyak dari para nelayan memutuskan untuk dirumah saja.
Bagi nelayan disini, musim hujan berarti (meminjam bahasa nelayan sendiri) musimnya "ngaha maru" atau makan-tidur. Para nelayan tak dapat lagi melaut, alat tangkap mereka diamankan ditempat yang aman dari gelombang tinggi dan angin kencang. Disini biasanya di amankan di area hutan bakau yang berada dibagian timur pemukiman warga.
Ini berarti sebentar lagi tak akan ada pemasukan bagi para nelayan, yang ada hanya pengeluaran, untuk konsumsi umumnya. Tak banyak kegiatan ekonomi (produksi) yang berjalan ditempat ini ketika musim penghujan tiba. Kondisi ini diprediksi akan terus berlanjut sampai bulan Maret 2021 mendatang.
Menjadi keluarga nelayan yang tangguh, mungkinkah? Masih sulit untuk menjawab pertanyaan tersebut. Menurut saya sekurang-kurangnya ada tiga alasan, Pertama; kemampuaan SDM nelayan yang masih rendah dan alat tangkap yang masih bersifat tradisional sulit untuk melaut disaat seperti sekarang ini, Kedua; tak adanya sumber-sumber ekonomi (pendapatan) lain selain dari kegiatan bernelayan, dan Ketiga; ini yang menurut saya sangat penting adalah soal pengelolaan (literasi) keuangan keluarga nelayan yang tak cukup baik.
Jika dilihat dari pendapat nelayan sebelum musim penghujan tiba, sekurang-kurangnya nelayan disini bisa mendapatkan pemasukan harian Rp. 100.000 per harinya. Keluarga nelayan setidaknya dapat memperoleh pendapatan sekitar 2 Juta paling sedikit bahkan sampai 10 Juta per bulannya, jika memasuki musim tangkapan ikan. Pendapatan ini masih cukup tinggi dibandingkan dengan jenis mata pencaharian lainnya disini. Saya tahu ini karena saya juga dibesarkan dalam keluarga nelayan.
Pendapatan tersebut kemudian sebagian besar digunakan untuk kegiatan konsumsi di musim penghujan. Dengan ketiga alasan seperti yang saya sebutkan sebelumnya diatas, para keluarga nelayan sulit keluar dari jebakan ekonomi musim hujan seperti ini. Keluarga nelayan tak punya 'jaring pengaman' sendiri untuk menghadapi jika sewaktu-waktu alam laut tak lagi bersahabat bagi mereka untuk melaut.
Ciri ekonomi masyarakat nelayan yang masih kuat bergantung pada alam tersebut menjadi penyebab utama kenapa keluarga nelayan sulit untuk menjadi keluarga yang tangguh. Keluarga nelayan disini nampaknya banyak terbantu oleh beberapa program pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, misalnya melalui Program Keluarga Harapan (PKH), bansos untuk UMKM dari Kemensos, bantuan BLT Covid-19 melalui dana desa, Bantuan KUR dari perbankan, dan lain-lain.
Walaupun mendapatkan bantuan secara finansial dari pemerintah, ini masih tak cukup untuk membentuk keluarga nelayan yang tangguh. Saya dan teman-teman yang lain melalui Komunitas Rumah Kita yang kami bentuk mencoba menerobos masuk ke alam pikir nelayan, sembari berharap mindset mereka terhadap kegiatan ekonomi dapat berubah.
Dengan diskusi tentang potensi usaha lain yang bisa digeluti, literasi keuangan sampai merangsang kepedulian mereka dengan bahaya sampah plastik jangka panjang bagi nelayan pernah kami lakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H