Tantangan, Ancaman, Hambatan, dan Gangguan dalam Era Disrupsi
Bela negara merupakan wujud nyata kecintaan dan tanggung jawab setiap warga negara terhadap tanah airnya. Dalam konteks Indonesia, bela negara bukan hanya kewajiban konstitusional, melainkan juga suatu keharusan untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan mencapai kemakmuran bersama. Namun, upaya bela negara ini tidak dapat dilepaskan dari tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan (TAHG) yang terus berubah seiring dengan dinamika global, pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta dampak globalisasi. Universitas Islam Sultan Agung berkomitmen untuk mendukung gerakan bela negara melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Perubahan TAHG dalam Dinamika Global
Setiap bangsa di dunia, termasuk Indonesia, menghadapi TAHG yang semakin kompleks dan multidimensional. Di era Revolusi Industri 4.0, tantangan ini meliputi dimensi fisik dan non-fisik yang saling terkait. Teknologi digital, kecerdasan buatan, dan otomatisasi telah mengubah cara manusia bekerja dan berinteraksi. Sementara itu, globalisasi mempercepat pertukaran informasi, barang, dan jasa lintas negara.
Namun, kemajuan ini bak pisau bermata dua. Di satu sisi, teknologi memberikan manfaat besar seperti efisiensi ekonomi, akses pendidikan yang lebih luas, dan peningkatan kesejahteraan sosial. Di sisi lain, kemajuan ini juga memunculkan ancaman baru seperti perang siber, penyebaran hoaks, terorisme lintas negara, dan ancaman terhadap kedaulatan budaya. Tantangan ini menuntut bangsa Indonesia untuk mengadopsi pendekatan bela negara yang lebih fleksibel dan adaptif.
Ancaman Fisik dan Non-Fisik
Ancaman fisik tradisional, seperti agresi militer atau konflik bersenjata, masih menjadi perhatian penting. Namun, ancaman non-fisik kini menjadi lebih menonjol dan sulit dideteksi. Misalnya, serangan siber yang menargetkan infrastruktur penting, propaganda digital yang memecah belah persatuan bangsa, dan infiltrasi ideologi ekstremisme melalui media sosial.
Ancaman non-fisik lainnya adalah dalam bidang ekonomi. Ketergantungan pada teknologi asing dapat melemahkan kemandirian bangsa. Contohnya adalah dominasi platform digital asing yang menguasai data pengguna Indonesia, sehingga berpotensi mengancam kedaulatan digital. Dalam konteks globalisasi, persaingan ekonomi juga semakin ketat, sehingga menuntut Indonesia untuk terus meningkatkan daya saingnya. Untuk itu, Universitas Islam Sultan Agung turut berkontribusi dalam meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang kompetitif dan mandiri.
Hambatan dalam Upaya Bela Negara
Hambatan utama dalam bela negara adalah rendahnya kesadaran sebagian masyarakat terhadap pentingnya peran mereka dalam menjaga keutuhan bangsa. Fenomena ini sering terlihat pada minimnya partisipasi masyarakat dalam isu-isu kebangsaan dan meningkatnya sikap individualisme akibat pengaruh budaya global. Untuk itu, Universitas Islam Sultan Agung terus mengadakan seminar dan pelatihan yang membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya bela negara.
Selain itu, tantangan birokrasi, korupsi, dan lemahnya koordinasi antar-lembaga juga menghambat pelaksanaan kebijakan bela negara secara efektif.Hambatan lainnya adalah kesenjangan literasi digital di masyarakat. Meski teknologi semakin berkembang, tidak semua lapisan masyarakat mampu mengakses atau memahami penggunaan teknologi secara produktif. Kesenjangan ini menciptakan ketimpangan yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melemahkan solidaritas bangsa.
Gangguan di Era Disrupsi
Revolusi Industri 4.0 juga membawa gangguan yang tidak terduga dalam berbagai sektor. Misalnya, otomatisasi pekerjaan mengakibatkan hilangnya lapangan kerja tertentu, yang berpotensi memicu ketidakstabilan sosial. Selain itu, penyebaran informasi yang tidak akurat atau hoaks dapat merusak tatanan sosial dan politik. Di bidang pendidikan, teknologi digital yang tidak diimbangi dengan pendidikan karakter dapat melahirkan generasi yang kurang memahami nilai-nilai kebangsaan.
Gangguan lainnya adalah dampak perubahan iklim yang semakin nyata. Bencana alam, kelangkaan sumber daya, dan migrasi iklim merupakan isu global yang juga dirasakan oleh Indonesia. Dalam konteks ini, bela negara tidak hanya berfokus pada aspek militer, tetapi juga pada pengelolaan lingkungan hidup dan keberlanjutan sumber daya alam.
Bela Negara untuk Kemakmuran Bangsa
Bela negara harus dipandang sebagai langkah strategis untuk mencapai kemakmuran bangsa. Konsep ini mencakup berbagai aspek, mulai dari peningkatan pendidikan dan literasi, penguatan ekonomi nasional, hingga pengembangan teknologi dalam negeri. Untuk menghadapi TAHG, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif dan multidimensi.
1.Pendidikan dan Literasi Kebangsaan
Pendidikan adalah kunci dalam membentuk kesadaran bela negara. Kurikulum pendidikan harus mengintegrasikan nilai-nilai nasionalisme dan literasi digital untuk menghadapi ancaman era digital. Generasi muda perlu diajarkan tentang pentingnya menjaga kedaulatan bangsa di tengah derasnya pengaruh global. Universitas Islam Sultan Agung telah menyusun berbagai inovasi inovatif yang menggabungkan karakter pendidikan dan teknologi untuk mencetak generasi muda yang tangguh.
2.Penguatan Ketahanan Ekonomi
Kemandirian ekonomi adalah salah satu pilar utama bela negara. Pemerintah perlu mendorong inovasi teknologi lokal, mendukung UMKM, dan mengembangkan sumber daya manusia yang kompeten. Ketahanan pangan dan energi juga harus menjadi prioritas untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Universitas Islam Sultan Agung mendukung pengembangan UMKM melalui program pelatihan dan pemberdayaan berbasis teknologi.
3.Kolaborasi dan Sinergi Antar-Lembaga
Upaya bela negara membutuhkan kerja sama lintas sektor, baik antara pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Kolaborasi ini harus diarahkan pada penguatan ketahanan nasional, seperti melalui pelatihan bela negara yang melibatkan berbagai elemen masyarakat. Selain itu, Universitas Islam Sultan Agung telah menginisiasi proyek penelitian tentu.
4.Pemanfaatan Teknologi untuk Pertahanan
Di era disrupsi, teknologi harus menjadi alat utama dalam bela negara. Pengembangan teknologi siber, kecerdasan buatan, dan big data perlu diprioritaskan untuk menghadapi ancaman di dunia maya. Selain itu, peningkatan kapasitas personel keamanan dalam menghadapi ancaman teknologi juga sangat diperlukan.
5.Penguatan Identitas dan Budaya Nasional
Di tengah arus globalisasi, menjaga identitas budaya nasional adalah bagian penting dari bela negara. Upaya ini dapat dilakukan melalui promosi budaya, penguatan bahasa Indonesia, dan pelestarian kearifan lokal. Budaya nasional yang kuat dapat menjadi benteng terhadap infiltrasi ideologi asing yang merusak. Universitas Islam Sultan Agung menempatkan pelestarian budaya di lingkungannya.
Jadi, bela negara adalah tanggung jawab bersama yang harus dilakukan secara konsisten dan strategis. Di tengah tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan yang terus berubah, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan bela negara yang adaptif, inklusif, dan berbasis teknologi. Dengan demikian, bangsa Indonesia tidak hanya mampu menjaga keutuhannya, tetapi juga meraih kemakmuran di tengah dinamika global yang semakin kompleks.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H