Dewasa ini kalangan seniman khususnya musisi di Tanah air dihebohkan oleh draf RUU Permusikan yang sejatinya masih dalam proses penyusunan. Pasalnya banyak terjadi pro dan kontra dikalangan musisi yang memperdebatkan draf  RUU Permusikan ini. Draf RUU permusikan dihasilkan dari rapat komisi X dengan 100 rekan dari Kami Musik Indonesia yang berlansung pada tanggal 7 juni 2017. Awalnya draf RUU Permusikan ini sifatnya masih sebatas usulan yang diajukan kepada badan legislasi dan masuk ke program legislasi nasional 2018.
Pada awal tahun 2018 draf RUU Permusikan ditolak oleh Badan Legislasi karena tidak layak diproses. Kemudian draf RUU Permusikan dikembalikan kepada Komisi X dan pembuatan draf RUU Permusikan diserahkan kepada Badan Keahlian. Akhirnya draf RUU Permusikan yang baru selesai pada tanggal 15 Agustus 2018. Dari sinilah berbagai polemik mulai bermunculan, dimulai dari diragukannya keabsahan ilmiah RUU Permusikan sampai banyaknya pasal yang dianggap sangat kontroversi dalam bidang permusikan.
Sebagai contoh pasal yang menuai kontroversi diantaranya Pasal 18 yang memuat pernyataan pemilik tempat konser harus memiliki lisensi dan izin. Dengan demikian setiap usaha permusikan yang menggelar acara pertunjukan harus berada dibawah label resmi yang sudaf mempunyai izin dari pemerintah. Tentunya hal ini dapat mematikan pelaku usaha musik yang independen. Karena saat ini masih banyak pelaku usaha permusikan yang bergerak secara independen.
Kemudian pada Pasal 50 memuat peraturan-peraturan yang apabila dilanggar akan dituntut dengan ancaman pidana. Hal ini tentunya berdampak terhadap rentannya kriminalisasi terhadap musisi. Diluar Pasal 18 dan Pasal 50 masih banyak lagi pasal lain yang menjadi perdebatan dikalangan musisi Indonesia. Belakangan beredar kabar bahwasanya draf RUU permusikan disusun oleh orang yang tidak punya latar belakang musik.
Selain pasal yang dipermasalahkan, tentu masih ada juga pasal yang diterima oleh pelaku musik. Karena dalam dalam RUU Permusikan juga memuat mengenai aturan mengenai hak cipta suatu karya. Tentunya pasal yang demikian dapat mengurangi tingkat terjadinya plagiarisme oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Terlepas dari pro dan kontra terhadap draf RUU Permusikan, saya pribadi selaku civitas akademisi Pendidikan Musik yang masih dalam masa studi. Menganggap bahwa masih banyak hal lain yang seharusnya menjadi fokus badan legislatif ketimbang memperdebatkan RUU Permusikan. Selain itu mengenai masalah hak cipta dan pelecehan terhadap budaya dan agama toh sudah ada yang mengaturnya. Jadi untuk apa memperkeruh suasana dengan mencari-cari kesalahan antara pihak yang saat ini bertentangan satu sama lain.
Sebagai warga negara yang taat terhadap peraturan, sudah sewajarnya kita patuhi dan kita awasi secara bersama apapun keputusan yang diambil oleh badan legislatif terhadap draf RUU Permuikan. Kita hanya dapat berharap kepetusan yang nantinya dimbil adalah keputusan yang paling baik dan tidak menguntungkan pihak-pihak yang berkepentingan. Serta adanya transparansi dan klarifikasi yang jelas dari setiap kepetusan yang telah disepakati nantinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H