Banyak pihak yang akhir-akhir ini menghembuskan Taqiyya , saya pun bertanya kepada seorang teman turunan Arab bermarga Al Jufri, apa pulak itu bung? karna saya awam dengan istilah-istilah seperti itu, ia menjelaskan kalau taqiyya itu bahasa sederhananya menyembunyikan keyakinan dalam hati. Saya pun baru ngeh. Ternyata ada pulak semacam itu.
Taqiyya katanya selama ini sering 'dituduhkan' kepada penganut Syiah, kata dia, saya pun baru ngeh lagi. Lalu cerita dia lagi ini, kalau Syiah itu junjungannya adalah Ali bin Abi Thalib Bin Abdul Muthalib bin Hashim bin Abdu Manaf bin Qusay bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Ghalib bin Fahr bin Malik bin Nadar bin Kinanah bin Khuzaymah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mazar bin Nazar bin Ma’ad bin Adnan bin Ismail bin Ibrahim.
Yang merupakan sepupu satu kali baginda Rasul SAW, hmm...menarik juga, gumamku dalam hati.
Sedangkan jika dibandingkan dengan "dongeng" yang diajarkan/dicekokkan/didoktrinkan/dikasitau guru pelajaran agama di sekolah waktu SD adalah, bahwa kedudukan Ali sebagai khulafaurrasydin adalah SAMA dengan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan sepupu dari Muawiyah, yang merupakan ayah dari Yazid dimana Yazid yang berkuasa saat kepala Husain bin Ali dipenggal yang memicu qarbun wa bala-qarbala.
Ok sampai di situ yang saya tau, dan cukup disitulah nampaknya, karna bukan itu yang penting di tahun 2013 ini. kenapa harus menghembuskan kebencian kepada golongan yang berbeda, untung saja mungkin saya lahir dari rahim seorang Ibu penganut Nahdatul Ulama Indonesia, bagaimana jika saya terlahir Syiah di Madura, atau dari rahim agama lain, apa jadi alasan untuk membenci/membunuh? hidup terlalu singkat itu itu kayaknya.
Karna bangsa Amerika sudah terbang ke bulan, bangsa Brazil sudah lima kali juara piala dunia, bangsa China sudah menggurita perekonomiannya. sedangkan bangsa Indonesia malah mau lari mengarah yang kacau-kacau seperti Taliban.
Bah, lucu sekali kalo itu cara buat mencari surga dan bidadarinya yang ada air yang mengalir dan pohon-pohonnya yang rindang.Itu pemikiran bodoh saya.
Ternyata memang 'dongeng' sewaktu kecil itu jangan ditelan mentah-mentah, harus dikembangkan lagi agar bisa hidup berdampingan seperti saya berdampingan dengan kawan saya yang keturunan China, teman kontrakan Batak saya yang Kristen, dan di lingkungan-lingkungan lainnya.
wallah 'alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H