Kehidupan beragama sedang dalam wacana moderasi beragama. Adanya pola pemahaman dan pengalaman keagamaan yang berbeda, munculnya wacana moderasi beragama.
Wacana moderasi beragama sejak 2019 dipelopori oleh Lukman Hakim Saifudin yang menjabat sebagai Menteri Agama RI pada tahun 2014-2019. Moderasi kemudian dijadikan program prioritas oleh Kementerian Agama.
Moderasi beragama beragama untuk menjadikan umat penganut agama saling toleransi, bersikap seimbangan antara agama sendiri dan agama olang lain. Dari sini lah wacana moderasi beragama menjadi diskursus pengetahuan dan pengembangan dalam masyarakat penganut agama.
Moderasi berasal dari bahasa latin, moderatio, yang bermakna ke-sedan-an, yakni tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Dalam bahasa Arab moderasi disebut dengan kata wasath atau wasathilah yang padanan kata dengan tawassuth (tengah-tengah), i'tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Paradigma moderasi beragama juga berpijak pada nilai keadilan antar manusia.
Nilai-nilai moderasi sebenarnya sudah ada dalam ajaran semua agama, seperti Islam dengan prinsip keadilan dan keseimbangan yang di bawah oleh Nabi Muhammad.
Ajaran Kristen yang dalam kitab sucinya (Yeyasa 6:9) tercerminkan melalui kisah Yesus sebagai juru damai.
Tradisi ajaran perdamaian Khonghucu tercerminkan dalam filosofi Yin-Yang yakni, sikap tengah, keseimbangan dan perbuatan bajik.
Adapun dalam tradisi Buddha tercermenkan dalam ajaran Metta yakni, berpegang teguh pada cinta kasih tanpa pilih kasih yang berbasis pada nilai kemanusiaan, dengan Metta menolak bentuk kekerasan, kebencian terhadap orang lain dan menghindari permusuhan.
Sedangkan hindu tercerminkan dalam ajaran Susila yaitu bagaimana menjaga hubungan harmonis terhadap sesama manusia atau bertingkah laku dengan baik. Semua agama sebenarnya mengajarkan perdamaian dalam bingkai harmonis kemanusian.
Indikator dari moderasi beragama ada empat yaitu, komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan menghormati budaya. Moderasi beragama berupaya untuk menuntun dan mengelola keberagaman dalam keagamaan, menghindari kebencian di antara pola pemahaman yang berbeda.
Moderasi beragama hadir untuk menginternalisasi pemahaman yang inklusif terhadap distingsi dalam kehidupan beragama. Moderasi juga membuka perspektif lebih luas, agar sikap diskriminasi dan kekerasan hilang dari ruang kehidupan. Hal ini selaras dengan Indonesia yang mejemuk dan multikultur, kemajemukan itu harus dirawat dan dikelola dengan baik.