"Mereka memperkirakan bahwa membiarkan pilihan mereka tetap terbuka akan membuat mereka lebih bahagia. Mereka salah karena mereka meremehkan ketidaknyamanan akibat disonansi, mereka gagal menyadari bahwa keputusan akhir akan membuat mereka lebih bahagia"
- Aronson E., dkk
Bagaimana dengan Tujuan Karirku?
Menyelami dunia riset dan praktik di industri dan organisasi, terjun ke dalam dunia pendidikaan untuk membentuk intelektual muda, terlibat dalam praktik klinis untuk membantu individu secara langsung, atau memilih jalur sosial untuk menanggapi tantangan sosial yang berkembang? Dalam perjalanan menentukan karirnya, mahasiswa psikologi seringkali dihadapkan pada tantangan kompleks dalam memilih bidang spesifik yang ditekuninya. Tidak hanya penentuan karir, namun juga konflik batin yang menghadirkan disonansi kognitif. Kesulitan utama muncul dari kompleksnya setiap jalur, dengan banyaknya pilihan yang dihadapi, mahasiswa harus mengatasi disonansi kognitif berupa konflik batin yang menuntut untuk menyeimbangkan aspek positif dan kekhawatiran pada setiap opsi. Setiap pilihan tentunya menawarkan potensi karir yang menjanjikan dalam pengembangan karir yang signifikan, akan tetapi, pilihan-pilihan tersebut membawa beban pertanyaan yang mendalam tentang identitas dan tujuan hidup.
Suherman & Budiamin (2023) menjelaskan bahwa proses pemilihan diantara satu atau lebih dari dua tindakan alternatif yang berarah pada keputusan mengenai jurusan, profesi, serta pekerjaan dikenal sebagai keputusan karir. Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Nurrega dkk., (2018) mengartikan bahwa pengambilan keputusan karir terkait profesi seseorang melibatkan penggabungan atau integrasi informasi mengenai diri sendiri dengan pemahaman mendalam tentang persyaratan dan karakteristik pekerjaan yang diincar oleh individu tersebut. Hartung & Blustein (2002) berpendapat bahwa pengambilan keputusan karir dilakukan atas dasar pertimbangan terhadap pengetahuan duru, dunia kerja, kesesuaian karakteristik individu; bakat atau kemampuan, minat, serta kepribadian, maupun nilai-nilai yang diyakininya. Sebagai mahasiswa, kita dihadapkan untuk dapat membuat penilaian atas karir yang akan membentuk masa depan. Oleh karena itu, memiliki kemampuan, membuat penilaian yang akurat, mempertimbangkan dengan baik, dan konsisten dengan hasil yang kita inginkan sangatlah penting (Putri & Primanita, 2023). Keputusan karir dapat digambarkan sebagai suatu konstruksi yang menunjukkan orientasi terhadap proses yang terkait dengan bagaimana individu membuat keputusan tentang karier mereka atau aspek-aspek yang berhubungan dengan diri mereka (Hussain dkk., 2016).
Berdasarkan teori kognitif sosial yang dijelaskan oleh Wardhana & Winingsih (2022), keputusan karir dipengaruhi oleh berbagai variabel internal dan eksternal. Kategori variabel internal meliputi faktor-faktor seperti pengendalian emosi, efikasi diri, pandangan terhadap harapan orang tua, dan minat pribadi. Sedangkan pada kategori variabel eksternal, pengaruh muncul dari lingkungan eksternal, seperti keluarga, konformitas terhadap norma sosial, otoritarianisme, dan pola asuh. Oleh karena itu, keputusan karir seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal seperti pengendalian emosi dan minat pribadi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pengaruh keluarga, norma sosial, dan gaya pengasuhan yang akan dilakukan.
Skema dalam Pengambilan Keputusan Karir
Dalam konteks ini, pemahaman konsep skema menjadi sangat relevan bagi mahasiswa psikologi yang mengalami konflik batin dalam menentukan karir. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Bartlett (1932; Heine, Proulx, & Vohs, 2006; Markus, 1977), skema merupakan struktur mental yang membetuk kerangka pengetahuan kita tentang dunia sosial. Dalam upaya menentukan karir, mahasiswa psikologi membawa skema yang mencakup pengetahuan tentang berbagai bidang psikologi, harapan sosial, serta gambaran diri di masa depan.
Aronson E., Wilson T. D., & Sommers S. R. (2021) dalam bukunya berpendapat bahwa skema dapat memberikan panduan dalam memahami kejadi dalam situasi yang membingungkan atau ambigu. Dalam hal ini, skema dapat mempengaruhi informasi yang diperhatikan, pikirkan, dan ingat seputar pilihan karir. "Bagaimana peran sosial sebagai seorang psikolog klinis?" atau "bagaimana peran sosial sebagai seorang HR?" Pertanyaan tersebut dapat membentuk cara kita sebagai mahasiswa dalam memandang pilihan karir. Apakah kita melihatnya sebagai sesuatu yang sesuai dengan identitas dan tujuan hidup, ataukah terdapat disonansi kognitif antara skema dan pilihan karir yang sedang kita pertimbangkan?
Apa Itu Disonansi Kognitif?
Sejak tadi kita membahas pilihan karir dan disonansi kognitif. Lalu, bagaimana penjelasannya? Leon Festinger (1957; Aronson E., dkk., 2021) mendefinisikan disonansi sebagai suatu ketidaknyamanan yang timbul ketika terdapat konflik antara dua pemikiran atau tindakan yang kita lakukan tidak selaras dengan sikap yang kita miliki. Definisi tersebut kemudian direvisi oleh Festinger dan Elliot Aronson yang menunjukkan bahwa disonansi merupakan pengalaman yang paling menyakitkan, dan motivasi terbesar untuk menguranginya terjadi ketika ada konflik antara dua pemikiran, terutama jika salah satu pemikiran tersebut menantang harga diri kita (Aronson, 1969). Dengan kata lain, tidak semua inkonsistensi menyebabkan disonansi, melainkan terutama tindakan atau keyakinan yang mengancam harga diri kita.