Baru-baru ini, proses seleksi calon Pergantian Antar Waktu (PAW) Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Gorontalo menuai perhatian publik, terutama dengan munculnya beberapa calon yang pernah dijatuhi sanksi atas pelanggaran kode etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia pada tahun 2020.Â
Sehingga hal ini, memunculkan pertanyaan besar di mata masyarakat tentang kesesuaian calon tersebut dengan standar integritas dan profesionalisme yang diharapkan dari anggota KPU.
Pantaskah mantan Komisioner yang mendapatkan pelanggaran Kode Etik oleh DKPP, masuk dalam seleksi Calon PAW KPU?
Dasar Hukum Seleksi Calon PAW KPU
Penyelenggaraan seleksi calon PAW KPU, sudah diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan yang mendasari syarat, wewenang, dan mekanisme seleksi. Adapun dasar hukum yang relevan meliputi sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
Pasal 21, Undang-undang Pemilu menyatakan, bahwa anggota KPU harus memenuhi syarat sebagai penyelenggara pemilu yang memiliki integritas, profesionalitas, dan tidak memiliki rekam jejak buruk, termasuk pelanggaran kode etik.
2. Peraturan DKPP RI
DKPP berwenang dalam memutus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Dalam putusan DKPP, pejabat yang dinyatakan melanggar kode etik bisa mendapatkan berbagai bentuk sanksi, mulai dari peringatan hingga pemberhentian. Putusan ini dianggap final dan mengikat, sebagai bagian dari upaya menjamin integritas penyelenggara pemilu.
3. Peraturan KPU tentang Seleksi PAW