Selain usia, ada dinding lain yang berdiri. Tak pernah kukira, masa lalu mu, yang dulu telah berlalu, kini datang lagi. Kembali dari tempat tersembunyi, seperti bayangan yang menolak memudar di bawah mentari senja.Â
Aku tahu, usia hanyalah angka, yang bisa ditaklukkan dengan cinta. Namun, masa lalu? Ia hadir dengan berat yang tak terucap, membawa cerita yang kau simpan rapat di sudut hatimu.
Ketika kau berbicara tentangnya, bukan hanya aku yang mendengar, tapi hatiku ikut meresap rasa resah yang ku coba sembunyikan. Ada rasa pahit dalam nada suaramu, seakan luka menganga. Meski masa lalu itu hanyalah kenangan, kehadirannya nyata bagiku, dia bukan hanya bagian dari sejarah mu, tapi menjadi bagian dari hari ini, saat ini.
Aku menyadari, cinta ku tak hanya melawan perbedaan usia. Kini, ia diuji oleh bayang-bayang yang ku kira telah terkubur. Mungkin, perbedaan itu lebih besar dari yang ku duga.Â
Di sinilah aku, berdiri di persimpangan, memegang bayangmu erat, mencoba menguatkan langkah ke depan. Tapi, apakah cukup? Atau masa lalu mu, yang hadir tanpa peringatan, akan terus menuntut tempat yang ada di hatimu?
Satu hal yang kau tahu pasti, bahwa aku tak peduli seberapa gelap masa lalu mu, dan tak peduli dengan usia. Tapi, apakah aku masih bisa mencintai mu? Saat masa lalu mu telah kembali mengetuk pintu, meminta ruang dalam hidupmu kembali?
Penulis: Fajrin BilontaloÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H