Malam ini, angin berhembus lembut, membawa kesejukan ke dalam ruang terbuka, di mana beberapa pemuda asyik berbincang.
Dari sudut kedai kopi dengan meja kayu sederhana, secangkir kopi susu menemani mereka dalam diskusi mendalam mengenai teori ekonomi Invisible Hand Adam Smith dan relevansinya dalam dunia politik.
"Ia tak terlihat, namun ia ada," ucap Andi Taufik, seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Kabupaten Gorontalo, memulai pembicaraan. "Teori Invisible Hand Adam Smith ini biasanya kita temukan dalam pembahasan ekonomi, tapi malam ini aku ingin membawa kalian melihatnya dari sudut pandang politik."
Man'uth, salah satu teman diskusinya, tersenyum kecil sambil menyeruput kopi. "Invisible Hand, ya? Itu teori tentang bagaimana pasar bisa mengatur dirinya sendiri tanpa campur tangan langsung, kan? Tapi bagaimana teori ini bisa masuk ke dalam ranah politik?"
Andi mengangguk pelan, meyakinkan. "Iya, Invisible Hand pada awalnya memang bicara soal ekonomi pasar bebas. Adam Smith percaya bahwa ketika setiap individu mengejar kepentingan pribadinya, tanpa sadar mereka ikut berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Namun, jika kita melihatnya lebih luas, politik juga tidak jauh berbeda. Ada kepentingan pribadi, ada ambisi, ada permainan kekuatan---dan semua itu, meskipun tidak terlihat jelas, tetap menggerakkan dinamika politik."
Beju, salah satu teman mereka yang lebih banyak diam, akhirnya ikut berbicara. "Jadi, kau ingin bilang bahwa perebutan kekuasaan di politik sama seperti pasar bebas dalam ekonomi? Bahwa di balik setiap gerakan, ada kepentingan tersembunyi yang bekerja?"
Andi tersenyum lebar. "Persis! Lihat saja bagaimana kekuatan-kekuatan di politik bekerja. Para politisi menjual visi dan misi mereka, mencoba memenangkan hati rakyat, seperti pedagang yang menawarkan produk di pasar. Di satu sisi, ada yang kita lihat di permukaan---kampanye, janji-janji, dan debat politik. Tapi di sisi lain, ada kekuatan tak terlihat yang menggerakkan semuanya: kepentingan pribadi, koalisi politik, pengaruh kelompok-kelompok besar, dan bahkan tekanan dari pihak luar."
Man'uth yang selalu kritis langsung menyahut. "Tapi ada juga yang main di belakang layar, seperti oligarki, lobi-lobi politik, atau bahkan kelompok-kelompok yang punya pengaruh besar tapi tak terlihat oleh masyarakat. Apakah mereka juga bagian dari Invisible Hand ini?"
Andi setuju. "Benar. Mereka adalah bagian dari kekuatan tak terlihat itu. Seperti dalam ekonomi, di mana pasar diatur oleh permintaan dan penawaran tanpa campur tangan langsung pemerintah, politik juga diatur oleh kepentingan-kepentingan yang sering kali tidak terlihat oleh masyarakat. Para pemain besar di balik layar ini memainkan peran penting dalam menentukan siapa yang berkuasa."
Beju yang tampaknya makin tertarik dengan diskusi ini bertanya lebih lanjut, "Jadi, kalau begitu, apakah kita bisa melihat Invisible Hand dalam politik lokal kita, seperti di Gorontalo?"