Mohon tunggu...
Fajrin Bilontalo
Fajrin Bilontalo Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Matinya Kebenaran dan Keberanian Pemuda di Bawah Bayang-Bayang September Hitam

21 September 2024   05:47 Diperbarui: 21 September 2024   08:33 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: istock photo

Setiap kali bulan September tiba, ingatan kolektif bangsa ini selalu kembali pada berbagai peristiwa tragis yang menodai perjalanan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia. September, bagi sebagian kalangan, menjadi simbol kematian kebenaran dan surutnya keberanian kaum muda yang pernah menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan perubahan.

Matinya Kebenaran

"September Hitam" tak hanya merujuk pada peristiwa-peristiwa kelam dalam sejarah, tetapi juga menjadi lambang hilangnya kepercayaan terhadap sistem keadilan. Banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada bulan ini, di antaranya adalah insiden-insiden yang tak pernah menemui titik terang dalam proses hukum. Kebenaran terbungkus rapi dalam selubung ketidakadilan, menguap tanpa kejelasan, membuat keluarga korban menanggung derita panjang tanpa kepastian.

Kasus-kasus seperti tragedi Tanjung Priok, penculikan aktivis 1998, hingga kasus penembakan mahasiswa yang tak kunjung tuntas, menjadi bukti betapa kebenaran sering kali dikorbankan atas nama kepentingan segelintir pihak. Pemuda yang seharusnya menjadi motor penggerak perubahan, berada dalam posisi dilema. Antara mempertahankan idealisme mereka atau menghadapi represi dan ancaman terhadap kehidupan mereka.

Keberanian Pemuda yang Terkikis

Dahulu, pemuda adalah simbol perlawanan dan keberanian. Mereka adalah api yang tak pernah padam dalam menyuarakan kebenaran, meskipun harus berhadapan dengan kekuatan represif. Namun, di era sekarang, keberanian itu seakan memudar, tergerus oleh derasnya arus globalisasi, individualisme, dan pragmatisme yang mendominasi gaya hidup generasi muda. Jika dahulu pergerakan mahasiswa dan pemuda menjadi pilar penting dalam menumbangkan rezim otoriter, kini semangat itu tampak mulai melemah.

Banyak pihak yang menilai, kaum muda saat ini lebih cenderung apatis terhadap isu-isu sosial dan politik. Meski begitu, masih ada secercah harapan dengan munculnya gerakan-gerakan pemuda baru yang aktif menyuarakan keadilan dan hak-hak asasi, meski skalanya belum sebesar gerakan-gerakan di masa lalu.

Harapan di Tengah Kegelapan

Meskipun demikian, September juga bisa menjadi pengingat akan pentingnya menjaga semangat perlawanan terhadap ketidakadilan. Pemuda harus kembali pada akar perjuangan mereka: idealisme, kebenaran, dan keberanian. Di tengah berbagai tekanan dan godaan pragmatisme, pemuda harus mampu membangkitkan kembali semangat solidaritas dan keberanian untuk melawan setiap bentuk ketidakadilan.

Keberanian untuk bersuara, memperjuangkan kebenaran, dan menuntut keadilan harus tetap menjadi fondasi perjuangan generasi muda. Sejarah telah membuktikan bahwa perubahan besar selalu dimulai dari gerakan pemuda yang berani melawan tirani. Jika keberanian itu kembali dihidupkan, maka September yang kelam tak akan menjadi simbol matinya kebenaran, melainkan awal dari kebangkitan baru para pemuda Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun