Dalam hal ini, media yang biasanya mempengaruhi laki-laki adalah iklan-iklan yang bermunculan di televisi ataupun internet. Seperti salah satu iklan susu yang menampilkan laki-laki berbadan sixpack atau kotak-kotak. Iklan seperti ini bisa membentuk framing atau cara pandang yang baru terhadap laki-laki. Laki-laki seperti dituntut untuk mempunyai badan yang sixpack. Begitupula dengan iklan sabun muka, dimana bintang iklannya adalah aktor laga yang memiliki wajah tampan nan rupawan. Iklan yang tentunya bisa membentuk cara pandang mengenai laki-laki haruslah putih dan tidak kusam seperti sebelum sang bintang iklan membersihkan mukanya dengan produk cuci muka.
Agliatan & Tantleff-Dunn (2004) melakukan studi mengenai pengaruh media dalam citra tubuh laki-laki. Didapatkan bahwa responden yang menyaksikan iklan mengenai hal-hal tersebut membuat kepercayaan diri lebih menurun dibandingkan dengan iklan yang tidak menampilkan laki-laki dengan kondisi tersebut. Jadi, penanganan konselor terhadap konseli mengenai kasusnya bisa saja terhambat oleh kondisi lingkungan seperti yang telah disebutkan.
Begitupula dengan pengaruh keluarga terhadap citra tubuh seseorang. Meskipun, dalam kasus konseli saya keluarga tidak terlalu berpengaruh, bukan berarti kita tidak mempelajari salah satu aspek multikultural yang mempengaruhi konseling komunitas, yakni dinamika keluarga. Dalam riset yang dilakukan oleh Curtis & Loomans (2014), menyebutkan bahwa pengaruh keluarga seringkali tidak terlihat dalam pembentukan citra tubuh seseorang, namun pengaruhnya sangat signifikan. Perlu kita perhatikan pula bahwa masalah yang ada mungkin tidak terselesaikan karena pengaruh lingkungan yang utama yakni keluarga juga tidak mendukungnya untuk berubah.
Konseling komunitas atau layanan komunitas abad 21 menekankan mengenai penyelesaian masalah yang tidak selalu terfokus pada konseli menyelesaikan masalah.
Namun, terdapat 4 asumsi dasar yang diangkat melalui konseling komunitas (Lewis dkk, 2010). Pertama, perkembangan perilaku manusia bergantung pada lingkungan yang ditempati. Lingkungan bisa menyebabkan perkembangan semakin membaik ataupun malah membatasi. Kedua, meskipun mengalami kesulitan, orang-orang yang diberikan penanganan dengan penuh rasa menghargai bisa menampilkan kekuatan yang bahkan tidak diduga oleh konseli bahkan konselor itu sendiri. Ketiga, perhatian terhadap aspek multikultural yang ada dalam manusia menjadi komponen penting dalam konseling komunitas. Keempat, perkembangan individu dan perkembangan komunitas tidak dapat dipisahkan.
Daritadi, asumsi pertama telah kita bahas sedemikian rupa. Bagaimana media dan lingkungan mempengaruhi seseorang mengenai pandangannya terhadap citra tubuhnya. Media mempengaruhi lewat konten-konten yang membuat cara pandang berbeda terhadap citra tubuh seseorang. Orang lain juga melakukan perilaku yang tidak perlu dilakukan sehingga mempengaruhi citra tubuh seseorang. Begitupula dengan keluarga yang bisa saja memperlakukan orang dengan kondisi fisik berbeda sehingga menghasilkan citra tubuh yang negatif.
Perlunya kita untuk menyadari lingkungan yang kondusif dalam memfasilitasi perkembangan konseli akan lebih membuat konseli lebih mudah untuk menyelesaikan masalah. Lingkungan yang terus berkelanjutan seperti itu bisa menyebabkan proses konseling tidak bisa berjalan maksimal. Perlu adanya edukasi terhadap lingkungan ataupun masyarakat luas mengenai bagaimana cara memerlakukan manusia. Baik melalui kampanye di sosial media, ataupun dengan cara-cara lainnya yang bisa menjangkau masyarakat. Harapannya, dengan adanya perubahan yang ada di dalam lingkungan menjadi pembentuk mental sehat yang lebih positif, perilaku seseorang juga bisa berubah sebagaimana yang diharapkan.
Lingkungan yang lebih positif akan membuat orang semakin menunjukkan kemampuannya yang bahkan kita tidak menduga bahwa seseorang memiliki hal tersebut. Perlu kita sadari, bahwa orang-orang bisa saja melampaui batas kemampuannya apabila benar-benar dihargai keberadaannya. Konseling komunitas penting diketahui konselor agar bisa menggunakan kompetensi multikulturalnya dengan menerima konselor sebagaimana adanya, terlepas latar belakangnya. Hal itu, harapannya bisa menjadikan konseli memunculkan kekuatan-kekuatan yang tidak terduga dan menjadikan konseli pribadi yang lebih positif lagi.
Konselor pun harus menyadari bahwa perkembangan individu dan perkembangan komunitas akan berjalan seiringan dan saling berkaitan. Masalah citra tubuh terbentuk dari perkembangan sistem sosial dan media yang semakin mencitrakan bentuk tubuh laki-laki. Meskipun konselor mencoba menenangkan konseli, konseli bisa saja tetap berdalih bahwa realitanya pun tidak ada yang menerima dia dengan keadaan tubuhnya. Sehingga, konseli pun tidak menjalani proses konseling dengan baik dan maksimal.
Konseling komunitas pun menjadi suatu komoditas yang penting bagi konselor untuk mempelajari berbagai strategi-strategi yang bisa digunakan untuk menghadapi masalah komunitas dalam abad 21. Penyelesaian masalah bisa seiringan antara perkembangan individu dan perkembangan komunitas. Tentu saja, karena kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Ada dua strategi untuk memanfaatkan konseling komunitas, yaitu Focused Strategies dan Broad-Based Strategies.
Konseling komunitas bukan berarti menghilangkan gaya konseling lama yang terdiri dari konselor dan konseli. Konseling komunitas dengan focused strategies justru memfasilitasi perkembangan individu dengan menekankan terhadap masalahnya dan komunitas untuk mengadvokasi konseli dan berkolaborasi dengan komunitas untuk menyelesaikan masalah konseli. Konselor juga bisa menggunakan broad-based strategies untuk melakukan intervensi ataupun pencegahan serta perubahan yang bersifat makro di level kebijakan sosial politis. Konselor juga perlu memerhatikan dan turut serta pada kebijakan sosial politis terhadap masalah-masalah yang dialami konseli, termasuk citra tubuh untuk mencapai salah satu komponen konseling komunitas yakni keadilan sosial.