Mohon tunggu...
Fajri Magnefisia
Fajri Magnefisia Mohon Tunggu... -

Pengamat kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Yusril dan Saefullah vs Ahok dan Djarot, Menyibak Perseteruan SBY dan Mega

13 September 2016   17:11 Diperbarui: 13 September 2016   17:20 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jakarta semakin meruncing dalam fokus pada siapakah calon pemimpin mendatangnya. Jakarta di 2017 nanti menjadi sebuah tanda tanya bagi setiap orang di Jakarta maupun luar Jakarta; antara harap, cemas, optimisme dan rasa tidak kuasa atasnya. Inilah yang dirasakan atas pergolakan yang terjadi di ibukota. Meskipun bergelar pemilihan kepala daerah, namun jika menyangkut DKI Jakarta, guncangannya bisa menasional jua.

Hampir dapat dipastikan siapa-siapa yang akan maju dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta ini. Ibarat pertandingan silat, telah siap dengan memasang sikap kuda-kuda, para tokoh yang akan bertanding dalam Pilgub ini. Sebut saja Ahok, sang petahana. Bermodal sebagai gubernur yang pernah menjabat, Ahok digadang oleh banyak orang sebagai calon kuat di Pilgub DKI 2017 nanti. Beragam survei awal menyajikan angka bahwa ia memiliki persentase tertinggi. Namun demikian, Ahok yang kemungkinan besar dipasangkan dengan Djarot, seorang kader PDIP, berangsur menurun elektabilitasnya oleh banyak hal baik kebosanan warga Jakarta atasnya, atau malah kebencian warga lantaran dia sering berkeras laku pada rakyatnya.

Sebagai penantang, termasuk salah satu yang kuat yakni Yusril dengan pasangan wagubnya Saefullah. Duet Yusril-Saefullah yang merupakan tokoh nasional intelektual dengan tokoh Betawi birokrat bagi banyak orang diharapkan menjadi angin segar yang mampu menumbuhkan harapan baru warga DKI. Yusril-Saefullah memang kerap dinampakkan oleh media masih di bawah Ahok. Namun demikian, kans pasangan Yusril-Saefullah tidak bisa dikatakan kecil di DKI. 

Yusril seorang tokoh politik yang memiliki banyak jaringan nasional di samping kemampuan individualnya yang diakui berkapasitas seorang intelek, ahli hukum yang tentunya cerdas. Saefullah adalah seorang ketua PWNU DKI Jakarta yang merupakan Sekretaris Daerah DKI Jakarta. Kemampuannya di tataran birokrasi DKI tentu bernilai jempol lantaran karir PNSnya di DKI cukup gemilang. Ia bukan seorang kutu loncat yang dalam sekejap naik pada posisi tertinggi birokrat seperti saat ini. Saefullah meniti perjalanannya sebagai seorang PNS profesional yang tentu cakap dan sangat layak dalam memimpin DKI kelak.

Berbicara tentang kedua pasang calon tentu tidak akan ada habisnya. Berdirinya dua pasang calon ini dalam kontes Pilgub DKI tentu tak lepas dari siapakah yang ada di sebaliknya. Adalah Yusril-Saefullah direstui secara langsung oleh mantan presiden RI dua periode, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Meskipun kini SBY kurang nampak di pemberitaan, pengaruh dan kekuatannya masih nyata di dunia perpolitikan tanah air. SBY mendukung Yusril-Saefullah sebagai pasangan cagub-cawagub DKI yang tentu berarti menjadikan gerbong Partai Demokrat bergabung dengan partai yang sebelumnya mengusung Saefullah yakni PKB dan PPP.

Sementara itu, di sebalik Ahok-Djarot tentu ada Megawati Soekarno Putri yang juga merupakan mantan presiden RI. Mega membawa gerbong PDIP meski sebelumnya nampak berat menjatuhkan titahnya pada Ahok.

Di antara Yusril-Saefullah dan Ahok-Djarot ada SBY dan Mega. Hampir pasti gerbong PDIP sulit untuk bersatu dengan gerbong Demokrat di setiap pemilu di tanah air. Artinya, di sebalik kedua tokoh ini ada perseteruan yang sebabkan keduanya bak minyak dengan air. Pun dalam Pilkada DKI Jakarta ini. 

SBY merupakan seorang Menkopolhukam pada saat Mega menjabat presiden. Mega juga menjadi orang yang mengangkat SBY dalam kancah perpolitikan tanah air. Namun demikian, pada saatnya, SBY malah berbalik menjadi lawan bagi Mega dalam pilpres dengan ia berpasangan dengan Jusuf Kalla pada 2004. Popularitas SBY semakin hari kian menanjak yang membawanya pada kursi presiden di periode selanjutnya. Bagi Mega, mungkin, SBY ibarat kacang yang lupa pada kulitnya. Ia yang menaikkan SBY namun berbuah ia jualah yang dikalahkan oleh anak buahnya sendiri.

Dalam perpolitikan, hal yang demikian memang sangatlah wajar terjadi. Perseteruan antara SBY dengan Megawati berbuah adu kekuatan yang besar pada titisan mereka dalam setiap pemilu, seperti di Pilgub DKI Jakarta ini dengan Yusril-Saefullah yang dijagokan SBY dan Ahok-Djarot yang digadang Mega. Dengan semakin meruncingnya dua poros kekuatan ini, kita berharap muncul tokoh pemimpin pemenang yang sportif dan terbaik nantinya dalam memimpin DKI. Perseteruan dalam politik menjadi salah satu pemicu semakin dikuatkannya keseriusan bagi setiap calon pemimpin yang semoga bergandengan dengan visi misi yang kuat dalam memimpin warga DKI nantinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun