Mohon tunggu...
Moh Najikhul Fajri Gusnansyah
Moh Najikhul Fajri Gusnansyah Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti dan Analis di Bank Indonesia, Dosen di Universitas Diponegoro

Ketertarikan pada riset ekonomi dan membangun model untuk kebijakan publik yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pasca Pengumuman Pemilu, BI Tetap mempertahankan Suku Bunga di Level 6%

1 April 2024   10:00 Diperbarui: 1 April 2024   10:05 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: tangkapan layar YouTube Bank Indonesia

Pasca pengumuman pemilu, BI (20/3) tetap mempertahankan Suku bunga  (BI-Rate) di level 6,00%, suku bunga deposit facility di level 5,25%, dan suku bunga lending facility di level 6,75%. Dengan mempertimbangkan aspek ekonomi global, domestik, keuangan, dan sistem pembayaran meyakini pertumbuhan ekonomi makin impresif dan sistem keuangan stabil. Di sisi lain, mempertahankan suku bunga ini diharapkan mengurangi fenomena wait and see investor, agar aliran modal asing tetap kokoh di Indonesia.

Prospek ketidakpastian global yang masih berlanjut diikuti oleh risiko geopolitik menyebabkan dunia masih berada pada kondisi yang kurang baik. Perkiraan pertumbuhan ekonomi global di kisaran 3% (yoy) nampaknya menjadi momok bagi aktivitas perekonomian dunia. Sejalan dengan hal tersebut makin diperparah dengan adanya perubahan cuaca dan meningkatnya biaya transportasi akibat ketegangan dan ego-sentris dari beberapa negara. Atas perkembangan ini, kemudian mendorong penguatan dolar AS secara berkelanjutan, melambatnya aliran modal asing masuk, dan maraknya perlemahan nilai tukar di negara berkembang.

Apabila berkaca pada 3 perekonomian negara terbesar di dunia misalnya AS masih tetap kuat ditopang oleh kenaikan permintaan domestik, India juga mengalami pertumbuhan yang lebih baik, dan Tiongkok masih melambat di tengah kenaikan stimulus fiskal. Di sisi lain, inflasi global nampaknya akan sedikit tertahan. Suku bunga The Fed diprakirakan masih tinggi dan menurun pada paruh kedua 2024. Tidak hanya itu, Yield US Treasury dipastikan tetap meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang.

Perekonomian domestik yang masih solid dan tetap kuat didorong oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Neraca pembayaran  terdiri dari perdagangan dicatatkan surplus 0,9 miliar dolar AS, investasi portofolio masuk sebesar 1,4 miliar dolar AS, dan cadangan devisa masih kuat yaitu 144 miliar dolar AS atau setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor. Sementara itu, nilai tukar rupiah dipastikan tetap terkendali meskipun pada Maret 2019 mengalami penurunan 2,02% dibandingkan Desember 2023. Apabila dipandang dari sisi peers nilai tukar cenderung lebih baik dibandingkan dengan Ringgit Malaysia, Bath Thailand, dan Won Korea yang memiliki nilai tahun akhir masing-masing 3,02%, 5,39%, dan 3,87%. Dari sisi tingkat harga (inflasi) juga relatif rendah yakni pada level 2,75% (yoy) dan diperkirakan kedepan masih akan terkendali.

Merespons fenomena tersebut, BI masih menjalankan operasi moneter  yang pro terhadap pasar di mana perkembangan instrumen tersebut menunjukan efektivitas kebijakan untuk menopang terkendalinya inflasi dan nilai tukar. Adapun posisi instrumen-instrumen tersebut antara lain sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) telah sebesar Rp409,38 triliun, Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) sebesar 2,31 miliar dolar AS, Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebesar 387 juta dolar AS, dan kepemilikan instrumen SRBI non residen sebesar Rp85,02 triliun. Sementara itu, transmisi suku bunga kebijakan diprakiraan tetap berjalan dengan baik dibuktikan dengan Suku Bunga IndONIA sebesar 5,93% dan menariknya suku bunga SRBI pada kisaran 6,68% sampai dengan 6,87% antara tenor 6, 9, dan 12 bulan. Suku bunga deposito (1 bulan) dan kredit masing-masing sebesar 4,25% dan 9,28%. Secara lebih rinci, kredit perbankan juga mengalami geliat positif dengan tumbuh 11,83%, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 5,66%, pembiayaan syariah juga mengalami kenaikan sebesar 15,89%, dan kredit UMKM tumbuh impresif di kisaran 8,85%.

Sistem pembayaran tetap solid dan menunjukan kinerja yang impresif. Hal ini ditunjukkan melalui besaran kenaikan transaksi tunai dan non-tunai. Berdasarkan statistik sistem pembayaran BI, transaksi tunai berhasil mencatatkan kenaikan uang yang diedarkan (UYD) sebesar 11,89%. Sementara itu, dari sisi transaksi non-tunai menunjukkan bahwa layanan BI-RGTS tumbuh sebesar 8,96% (yoy), BI-FAST tumbuh sebesar 36,45% (yoy), e-money tumbuh sebesar 44,24% (yoy), digital banking tumbuh sebesar 19,72% (yoy), ATM dan transaksi kartu debit-kredit tumbuh sebesar 8,81% (yoy), serta QRIS mengalami pertumbuhan yang pesat yaitu mencapai 161,51% (yoy).

Di tengah fenomena musiman berupa ramadhan dan idul fitri, BI tetap mengantisipasi potensi kenaikan harga dengan menetapkan interval inflasi tetap terjaga di level 2,5% \pm 1%. Tidak hanya itu, BI mengharapkan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga. Kebijakan makroprudensial yang longgar digunakan untuk meningkatkan gairah kredit dan pembiayaan perbankan kepada usaha dan rumah tangga. BI juga memperkuat jaringan sistem pembayaran dengan meningkatkan infrastruktur dan digitalisasi kepada khalayak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun